Selasa, 26 Juni 2012

Tinjauan Pustaka Model Revitalisasi Diversifikasi Pangan Lokal menurut para ahli

  •  Tinjauan Pustaka Model  Revitalisasi Diversifikasi  Pangan Lokal menurut para ahli
Defenisi Operasional Penelitian Model Revitalisasi Diversifikasi pangan Lokal adalah sebagai berikut :
·         Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75). Definisi lain dari model adalah abstraksi dari sistem  sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: ix – xii).

·         Revitalisasi pertanian mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual dalam arti menyegarkan kembali vitalitas memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain.
·      Pengertian Diversifikasi dalam pertanian merupakan sebagai pergeseran sumber daya dari satu tanaman (ternak) menjadi campuran tanaman atau ternak, untuk mengurangi kegagalan akibat resiko alam dan meningkatkan hasil dari tiap komoditi yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. (Pakpahan 1990) Defenisi diversifikasi ini menekankan pentingnya perubahan  sumber daya bernilai rendah menjadi komoditi yang bernilai tinggi, yang sering direfleksikan sebagai peningkatan tingkat spesialisasi ke dalam aktifitas yang bernilai tinggi, umumnya di tingkat usaha tani. Handewi P. Saliem Dkk. 2006  Hal 126
·         Pengertian Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi, sehat serta halal merupakan syarat utama guna mewujudkan masyarakat yang bermartabat serta sumberdaya yang berkualitas. Pangan juga merupakan hak asasi setiap individu untuk memperolehnya dengan jumlah yang cukup dan aman serta terjangkau. Oleh karena itu, upaya pemantapan ketahanan pangan harus terus dikembangkan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal. Lembata (2009).
·         Pengertian Pangan Lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi dan sumberdaya wilayah dan budaya setempat.
2.1.1.   Perubahan pola diversifikasi pangan
Sebagian besar rumah tangga pedesaan sudah mengalami perubahan pola diversisifikasi pangan dari makanan pokok berbasis non beras kemakanan pokok berbasis beras.
Diversifikasi bahan pangan merupakan suatu proses pemilihan pangan yang tidak tergantung pada satu jenis pangan saja tetapi lebih terhadap berbagai bahan pangan mulai dari aspek produksi, aspek pengolahan, aspek distribusi, hingga aspek konsumsi pangan pada tingkat rumah tangga (tampubolon, 1998). Diversifikasi pangan ditujukan pada penganekaragaman pangan yang berasal dari pangan pokok dan semua pangan lain yang di konsumsi rumah tangga termasuk lauk-pauk, sayuran, buah-buahan. Hal ini di maksudkan bahwa semakin beragam dan seimbang komposisi pangan yang di konsumsi akan semakin baik kualitas gizi.
Konsumsi pangan rumah tangga merupakan kebutuhan anggota rumah tangga terhadap pangan yang bertujuan untuk memantapkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan meliputi konsumsi pangan yang cukup terkait dengan kuantitas dan kualitas pangan. Dalam hal ini, kualitas pangan lebih di tujukan kepada aspek gizi yang di dasarkan pada diversifikasi pangan karena pada hakekatnya tidak ada satupun jenis pangan yang mempunyai kandungan gizi yang lengkap dan cukup. Adapun kuantitas pangan lebih ditinjau dari sisi volume pangan yang dikonsumsi dan zat gizi yang di kandung pangan (departemen pertanian, 1999).
2.1.2.   Faktor penyebab Perubahan pola diversifikasi pangan
Tingkat komsumsi pangan berbasis non beras (sagu dan umbi-umbian) dipengaruhi oleh tingkat rumah tangga, luas lahan pangan, produksi pangan, harga pangan beras, selera, presepsi dan kemudahan akses memperoleh pangan non beras, umur, pendidikan dan jumlah anggota keluarga.
            Pangan pokok merupakan kebutuhan primer yang harus di penuhi setiap orang pada berbagai tingkat pendapatan. Tingkat sosial ekonomi masyarakat yang berbeda-beda menurut kuantitas dan kualitas (mutu) pangan berbeda. Pendapatan merupakan factor utama yang menentukan perilaku rumah tangga dalam melakukan pola konsumsi pangan dan diversifikasi pangan. Secara umum dengan adanya kenaikan pendapatan akan memberikan peluang bagi masing-masing rumah tangga untuk melakukan diversifikasi konsumsi, meningkatkan kualitas bahan pangan pokok dalam upaya meningkatkan gizi keluarganya. Bagi rumah tangga yang memiliki pendapatan rendah maka sebagian besar pendapatan akan di alokasikan untuk membeli barang-barang kebutuhan primer. Pola konsumsi pada rumah tangga yang berpendapatan rendah lebih mengarah pada pangan pokok yang berbasis potensi local, dan variasi pangan kurang mendapat perhatian sehingga pemenuhan gizinya masih perlu di pertanyakan. Berbeda dengan rumah tangga yang berpendapatan tinggi, mereka cenderung untuk mengkonsumsi pangan yang bervariasi dan meningkatkan kualitas pangannya dengan cara membeli bahan pangan yang nilai gizinya lebih tinggi.
Hokum Engel menyatakan bahwa rumah tangga berpendapatan rendah akan mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli kebutuhan pokok.  Sebaliknya, rumah tangga yang berpendapatan tinggi hanya akan membelanjakan sebagian kecil saja dari total pengeluaran untuk kebutuhan pokok. (Nicholson, 1991 exp 2001).
Peningkatan pendapatan akan menyebabkan penurunan permintaan terhadap pangan pokok dan akan meningkatkan permintaan terhadap pangan mewah. Hal ini menunjukan adanya realokasi dari suatu pemusatan belanja konsumen ke bentuk pembelanjaan yang lebih menyebar sesuai dengan peningkatan pendapatan.
Teori yang mendasari analisis konsumsi yaitu teori pendekatan kurva indifferent (indifferent curve), yang mengasumsikan bahwa barang-barang yang di konsumsi mempunyai nilai guna batas (utility). Utility adalah kepuasan yang di terima dari barang dan jasa yang di konsumsi.
Menurut riyadi (2003), menyatakan bahwa semakin tingginya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang di miliki seseorang umumnya semakin tinggi pula kesadaran untuk memenuhi pola konsumsi yang seimbang dan memenuhi syarat gizi serta selektif dalam kaitannya tentang ketahanan pangan.
Pola konsumsi pangan tergantung dari pendidikan rumah tangga, bahwa semakin tinggi pendidikan formal masyarakat maka pengetahuan dan wawasan tentang pentingnya kualitas pangan yang di konsumsi masyarakat untuk meningkatkan kesehatan akan menyebabkan semakin bervariasinya pangan yang di konsumsi tentunya kebutuhan gizi dan kesehatan di harapkan semakin baik.
Jumlah anggota rumah tangga akan mempengaruhik pola konsumsi pangan berbasis potensi lokal. semakin banyak jumlah anggota rumah tangga maka kebutuhan pangan yang di konsumsi akan semakin bervariasi karena masing-masing anggota rumah tangga mempunyai selera yang belum sama.
2.1.3.   Mengembangkan model revitalisasi diversifikasi pangan lokal
Tingkat komsumsi pangan berbasis beras dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rumah tangga, harga pangan, selera, peresepsi, kemudahan akses memperoleh pangan, pendidikan, umur dan jumlah anggota keluarga.
Dalam konteks Indonesia keanekaragaman konsumsi pangan sering di artikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang di kompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non beras. Salah satu alasan pentingnya model reviralisasi diversifikasi pangan lokal bahwa dalam lingkup nasional pengurangan konsumsi beras akan memberikan dampak positif terhadap ketergantungan impor beras dari Negara lain.
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia sebagaimana di nyatakan dalam UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan. Kecukupan pangan menentukan kualitas sumber daya manusia dan ketahanan bangsa. Oleh karena itu untuk membentuk manusia indonesia yang berkualitas, pangan harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, merata, aman, bermutu, bergizi, beragam, dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Indonesia kaya beraneka ragam sumber bahan pangan baik nabati maupun hewani guna pemenuhan kebutuhan gizi untuk kesehatan masyarakat. Umumnya masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok sebagai sumber karbohidrat, sehingga ketergantungan pada beras semakin besar.
Situasi krisis pangan yang di alami oleh berbagai bangsa di dunia, termasuk Indonesia member pelajaran bahwa ketahanan pangan harus di upayakan sebesar mungkin bertumpu pada sumber daya nasional, karena ketergantungan impor menyebabkan kerentanan terhadap gejolak ekonomi, social politik. (januari, 2006).
Diversifikasi pangan merupakan hal yang sangat penting karena:
  1. Dalam lingkup nasional pengurangan konsumsi beras akan memberikan dampak positif terhadap ketergantungan impor beras dari negeri lain
  2. Diversifikasi konsumsi pangan akan merubah alokasi sumber daya kea rah yang efisien, fleksibel dan stabil kalau di dukung oleh pemanfaatan potensi lokal.
  3. Diversifikasi konsumsi pangan penting dilihat dari segi nutrisi untuk dapat mewujudkan pola pangan harapan.
Konsumsi pangan merupakan jumlah pangan (tunggal dan beragam) yang di konsumsi seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Dalam aspek gizi, tujuan mengkonsumsi pangan adalah untuk memperoleh jumlah zat gizi yang di perlukan tubuh. Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang memilih pangan dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh psikologis, budaya dan sosial.
2.1.4. Kebijakan pengembangan ketahanan pangan Lokal
Dampak pola pangan berbasis non beras adalah bahwa semakin tinggi tingkat komsumsi beras diduga akan mendorong semakin tingginya peresentase pengeluaran rumah tangga untuk beras, dan semakin rendah komsumsi pangan non beras.
Salah satu kebijakan pemerintah di bidang konsumsi pangan yaitu meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan. Kebijakan ini tidak hanya di tujukan untuk mengurangi ketergantungan pada beras, tetapi juga di maksudkan untuk mengubah pola konsumsi masyarakat agar mengkonsumsi bahan pangan yang beranekaragam dan lebih baik gizinya.
Menurut peraturan pemerintah republik Indonesia No. 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan di sebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Dalam pengertian tersebut pemenuhan kebutuhan pangan dapat di sediakan melalui hasil produksi dalam negeri atau impor. Akan tetapi, kita tentu berpendapat bahwa   kebutuhan pangan nasional perlu di penuhi secara mandiri dengan memberdayakan modal alam, modal manusia, modal social dan ekonomi yang di miliki bangsa Indonesia, yang pada gilirannya harus berdampak pada peningkatan kesejahtraan social dan ekonomi masyarakat. Ketahanan pangan yang di dukung oleh pangan impor sangat berisiko bagi keberlangsungan kebutuhan pangan itu sendiri.
Pola konsumsi masyarakat pada masing-masing daerah berbeda-beda, tergantung dari potensi daerah dan struktur budaya masyarakat. Pola konsumsi masyarakat Indonesia masih di domonasi oleh padi-padian, khususnya beras, yang di indikasikan oleh tingginya starchy staple ratio. Masyarakat umumnya mempunyai ketergantungan yang kuat terhadap beras sebagai sumber karbohidrat dan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada beras maka perlu menggali potensi local yang berbasis non beras untuk memenuhi kebutuhan pangannya.
Pada saat mendatang di harapkan akan terwujud pola konsumsi pangan masyarakat yang bergizi, beragam dan berimbang berbasis potensi local yang bermuara pada terwujudnya ketahanan pangan yang berkelanjutan. Oleh karenanya diversifikasi konsumsi pangan potensi local menjadi sesuatu yang mendesak untuk segera di upayakan.
Menurut UU No. 7 / 1996 tentang pangan dalam UU pembangunan pangan diletakan dalam konsep ketahanan pangan (food security). Kosep yang diadopsi dari FAO  didefenisikan sebagai kemampuan negara memenuhi pangan (warganya). Ada empat  pilar yang tertuan dalam konsep ini yaitu:
ü  Aspek ketersediaan (food availibity).
ü  Aspek stabilitas ketersediaan (stability of supplies).
ü  Aspek keterjangkawan (access to supplies).
ü  Aspek konsumsi pangan (food utilization)
WTO menyebut ketehanan pangan sebagai kesediaan pangan dipasar  (availibity  of food in the market ), pangan yang mengabdi kepada pasar kongkriknya mewujudkan dalam beleid” memaneng pangan dipasar   (impor), daripadah memaneng dilahan (menanam sendiri). Impor pangan daalam jangka pendek bisa menjadi obat kelaparan dan dalam jangka panjang tak hanya  menguras devisa, tetapi mengabaikan aneka sumberdaya lokal dalam penekitian ini pemkonsumsian pangan pokok lokal yang tidak hanya bergantung pada satu komoditas (beras) akan mewujudkan ketahanan pangan pada rumah tangga pedesaan.
Ketahanan pangan, secara luas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kecukupan pangan masyarakat dari waktu kewaktu. Kecukupan pangan dalam hal ini mencakup segi kuantitas dan kualitas, baik dari produksi sendiri maupun membelih dipasar terwujudnya sistem ketahanan pangan tersebut akan tercermin antara lain dari kesediaan pangan yang cukup  dan terjangkau oleh daya belih masyarakat serta terwujudnya diversivikasi pangan, baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Pencapaian ketersediaan pangan harus memperhatikan aspek produksi, pengturan dan pengelolaan stok atau cadangan pangan serta penyediaan dan pengadaan pangan yang cukup. Ketahanan pangan harus menjaga mutu dan gizi yang baik untuk dikonsumsi oleh masyarakar. Mutu dan gizi yang baik dihasilkan dari pangan yang beragam,bergizi, bermutu, dan halal untuk dikonsumsi.mutu pangan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kualitass sumberdaya manusia indonesia.
            Penelitian ini di lakukan untuk mengkaji pola diversifikasi konsumsi pangan pokok berbasis potensi lokal pada rumah tangga pedesaan, mengkaji hubungan pendapatan rumah  tangga dengan konsumsi pangan pokok, dan menganalisa factor-faktor yang mempengaruhi pola diversifikasi konsumsi pangan pokok berbasis potensi lokal dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga pedesaan. 


DAFTAR PUSTAKA

Handewi P. Saliem Dkk. 2006. Diversifikasi usaha rumah tangga dalam mendukung ketahanan pangan dan penanggulangan kemiskinan di Indonesia.  2006  Bogor : Pusat Analisis sosial ekonomi dan kebijakan pertanian Hal 126-127
http://aguswibisono.com/2010/analisis-swot-strength-weakness-opportunity-threat/
di ambil pada hari senin tanggal 25,April 2011

Girsang, 2006, dan 2009.  ketahanan pangan berbasis sagu di Maluku
Girsang, 2006 dan 2009. Revitalisasi model diversifikasi pangan lokal

http://ndhokey.blogspot.com/2009/02/diversifikasi-pangan-di-indonesia.html
Di ambil pada tanggal 22, April 2011
http://skripsi.umm.ac.id/files/disk1/1/jiptummpp-gdl-s1-2004-rranindhit-20-Pendahul-n.PDF
Di ambil pada tanggal 22, April 2011
http://agoesman120.wordpress.com/2009/06/27/pangan-lokal/
Di ambil pada tanggal 22, April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar