Selasa, 26 Juni 2012

pengolahan sampah dan Lindi

Latar Belakang pengolahan sampah dan Lindi Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dengan jalan memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki, namun disisi lain, pembangunan ini juga dapat menimbulkan dampak negative bagi lingkungan yang berakibat terjadinya perubahan lingkungan biofisika, lingkungan social ekonomi dan lingkungan budaya. Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah juga merupakan salah satu program nasional di daerah, yang berkaitan dengan penyediaan tempat penampungan akhir sampah. Yang paling mendasar adalah dengan membersihkan sampah-sampah dari pusat produksi sampah yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, seperti tempat permukiman, toko, pasar, tempat perdagangan dan perkantoran, dan tempat kegiatan social (masjid, gereja, rumah sakit, dan terminal).

Kegiatan tersebut berupa pengumpulan pertama (primer) yaitu
pengumpulan sampah dari proses produksi ke Lokasi Pembuangan Sementara (LPS), yang pelaksanaannya dilakukan  oleh warga masyarakat. Sedangkan pengumpulan tahap kedua (sekunder) dari tempat pembuangan sampah se mentara ke tempat pembuangan akhir pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Kebersihan.  Sampah-sampah yang terproduksi yang dapat diangkut dari LPS pada akhirnya akan membutuhkan fasilitas pemusnahan (disposal) agar tercipta suatu lingkungan yang bersih, Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah juga merupakan salah satu program nasional di daerah, yang berkaitan dengan penyediaan Tempat Penampungan Akhir Sampah yang berada di Toisapudapat meminimalisasi permasalahan timbunan sampah di tempat-tempat produksi sampah.


Permasalahan yang paling mendasar adalahpertanahan atau tersedianya lahan yang memadai guna menunjang pembangunan TPA tersebut sertapendanaan maupun prosedur pembangunannya. Pada tahappasca operasi hendaknya tetap mengantisipasi rencana peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di Toisapu. Pembangunan TPA serta operasionalisasinya diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan baik positif maupun negative. Menyadari adanya pengaruh kegiatan ini terhadap lingkungan hidup dan, berpedoman pada Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis MengenaiDampak Lingkungan pada pasal 3 ayat 4, serta mengacu pada Keputusan Meteri PekerjaanUmum No. 481/KPTS/1996 tentang jenis kegiatan Bidang pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), guna memenuhi persyaratan dalam rangka melaksanakan pembangunan TPA yang layak serta berwawasan lingkungan. Penyusunan dokumen UPL dan UKL rencana Kegiatan pembangunan TPA dilakukan berdasarkan keputusan menteri lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan UKL-UPL.Dokumen ini diharapkan agar dapat mengkaji dampak yang ditimbulkan serta menghasilkan produk berupa langkah demi langkah penanganan dampak lingkungan sehingga dapat mengurangi dampak negative dan mengoptimalkan/mengembangkan dampak positif yang timbul. 


B.  Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah  untuk Mengetahui cara Mengkaji dan memperkirakan dampak lingkungan serta mengevaluasi dampak terhadap lingkungan hidup dari rencana kegiatan pada tahap pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi terhadap komponen lingkungan hidup serta mengidentifikasi dampak yang muncul akibat kegiatan pembangunan TPA.


A. 
Kajian pengolahan sampah dan Lindi
Masalah sampah masih menjadi persoalan serius yang perlu di tangani pemerintah kota Ambon saat ini. Baik itu memberikan pemahaman kepada masyarakat hingga penyelesaian pengelolaan sampah. Bahkan tidak tanggung-tanggung pemerintah kota Ambon bekerjasama dengan pemerintah Vlissingen Belanda. Pemerintah Belanda sendiri telah membangunan Tempat Pengolahan Sampah di Toisapu untuk memproses sampah yang ada di kota Ambon. Langkah pengolahan sampah yang dilakukan pemerintah kota Ambon ternyata hingga saat ini tidak membuahkan hasil yang maksimal. Sampah rumah tangga maupun sampah dari para pedagang di berbagai tempat masih berserakan di jalan. Tidak tanggung-tanggung, jalan Ay patty yang merupakan jalan utama di pusat kota Ambon masih saja ada sejumlah toko maupun swalayan yang meletakkan sampah di pinggiran jalan. Padahal hal ini akan menambah wajah kota menjadi semberawut. Kesadaran masyarakat juga hingga saat ini belum tergugah dengan membuang sampah sembarangan seperti di jalan-jalan, aliran sungai dan dibuang kelaut. Selain itu penyediaan bak-bak sampah juga sangat minim.


1. Pengolahan Sampah

Pengelolaan sampah
adalah pengumpulan , pengangkutan , pemrosesan , pendaur-ulangan , atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam . Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang , berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan , berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yang tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.

2. Paradigma Penanganan Sampah

Penumpukkan sampah di TPA adalah akibat hampir semua pemerintah daerah di Indonesia masih menganut paradigma lama penanganan sampah kota, yang menitikberatkan hanya pada pengangkutan dan pembuangan akhir. TPA dengan system lahan urug saniter yang ramah lingkungan ternyata tidak ramah dalam aspek pembiayaan, karena pembutuhkan biaya tinggi untuk investasi, konstruksi, operasi dan pemeliharaan. Untuk mengatasi  permasalahan tersebut, sudah saatnya pemerintah daerah mengubah pola pikir yang lebih bernuansa lingkungan. Konsep pengelolaan sampah yang terpadu sudah saatnya diterapkan, yaitu dengan meminimisasi sampah serta maksimasi daur ulang dan pengomposan disertai TPA yang ramah lingkungan. Paradigma baru penanganan sampah lebih merupakan satu siklus yang sejalan dengan konsep ekologi. Energi baru yang dihasilkan dari hasil penguraian sampah maupun proses daur ulang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin.


3.  
Pengolahan Lindi
Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar pencemar lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang berlaku. Mengingat karakteristik lindi didominasi oleh komponen organik dengan nilai BOD rata-rata 2000 - 10.000 ppm (Qasim, 1994), maka pengolahan lindi yang disarankan minimal dengan proses pengolahan biologi (secondary treatment). Proses pengolahan lindi perlu memperhatikan debit lindi, karakteristik lindi dan badan air penerima tempat pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan pemilihan proses pengolahan, penentuan kapasitas dan dimensi kolam serta perhitungan waktu detensi.
Mengingat proses biologi akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan aktivitas mikroorganisme, maka pengkondisian dan pengendalian proses memegang peranan penting. Sebagai contoh kegagalan proses yang terjadi selama ini adalah karena tidak adanya upaya seeding dan aklimatisasi proses biologi, sehingga efisiensi proses tidak dapat diprediksi bahkan cenderung sangat rendah.
Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut :
  • Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul
  • Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m). Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %
  • Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan di kolam fakultatif. Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 70 %
  • Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi proses 80 %
  • Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi sebagai saringan biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman yang dapat menyerap bahan polutan. 
Dalam kondisi efluen belum dapat mencapai nilai efluen yang diharapkan, maka dapat dilakukan proses resirkulasi lindi ke lahan timbunan sampah melalui pipa ventilasi gas. Adanya proses serupa “trickling filter”, diharapkan dapat menurunkan kadar BOD lindi.

B. 
Dukumen UKL  dan UPL
Penyusunan dokumen UKL dan UPL, meliputi deskripsi rencana kegiatan (jenis kegiatan, rencana lokasi dan posisinya dengan rencana umum tata ruang, jarak lokasi kegiatan dengan SDA dan kegiatan lainnya, sarana/fasilitas yang direncanakan, proses yang akan dilaksanakan), komponen lingkungan yang mungkin akan terkena dampak, dampak yang akan terjadi (sumber dampak, jenis dampak, sifat dan tolok ukur dampak), upaya pengelolaan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemraakarsa, upaya pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa (jenis dampak yang dipantau, lokasi pemantauan, waktu pemantauan dan cara pemantauan), mekanisme pelaporan pelaksanaan UKL/UPL pada saat kegiatan dilaksanakan (instansipembina, BPLDH dan dinas teknis terkait). Dokumen ini dilengkapi juga dengan pernyataan pemrakarsa yang ditanda tangani untuk melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan.


1.  
Umum
Lokasi  TPA  merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang akan menerima segala resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya pencemaram lindi (leachate) kebadan air maupun air tanah, serta berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat (Judith, 1996). Menurut Qasim (1994) dan Thobanoglous (1993), potensi pencemaran leachate maupun gas dari suatu landfill ke lingkungan sekitarnya cukup besar mengingat proses pembentukan leachate dan gas dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama yaitu 20 - 30 tahun setelah TPA ditutup. Dengan demikian maka perlu ada suatu upaya yang harus dilakukan untuk pengamanan pencemaran lingkungan. Upaya pengamanan lingkungan TPA diperlukan dalam rangka mengurangi terjadinya dampak potensial yang mungkin terjadi selama kegiatan pembuangan akhir berlangsung. Upaya tersebut meliputi :
  • Penentuan lokasi TPA yang memenuhi syarat (SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA).
  • Pembangunan fasilitas TPA yang memadai, pengoperasian TPA sesuai dengan persyaratan dan reklamasi lahan bekas TPA sesuai dengan peruntukan lahan dan tata ruang .
  • Monitoring pasca operasi terhadap bekas lahan TPA.Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan manajemen pengelolaan TPA secara lebih memadai terutama ketersediaan SDM yang handal sertaketer sediaan biaya operasi dan pemeliharaan TPA 
2.    Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam dokumen UPL dan UKL dilakukan berdasarkan sistematika sebagai berikut:


2.1
Identifikasi Rencana Kegiatan

Kegiatan pembangunan TPA
Toisapu bertujuan untuk mengatasi permasalahan sampah yang ada di kota Ambon, termasuk di dalamnya rencana kegiatan yang mungkin menimbulkan dampak penting atau berpotensi terkena dampak sesuai dengan tahap kegiatannya, yaitu tahap pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi.

2.2
Identifikasi Rona Lingkungan Awal
Rona lingkungan awal terdiri dari komponen geofisik-kimia, biologi, serta sosial-ekonomi
budaya dan kesehatan masyarakat. Rona lingkungan yang diidentifikasi terutama yang terkena dampak dari kegiatan pembangunan TPA, termasuk kegiatan-kegiatan penunjang lainnya yang terdapat disekitar lokasi proyek serta dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan.

2.3
Dampak Lingkungan yang Akan Terjadi
Memperkirakan atau menentukan jenis dan intensitas dampak yang ditimbulkan dari rencana kegiatan pembangunan TPA terhadap komponen lingkungan. Sedangkan fokus utama kajian dilakukan pada komponen lingkungan yang akan terkena dampak yaitu:
·      Kualitas permukaan dan air tanah
·      Kualitas udara dan tingkat kebisingan
·      Komponen Flora dan Fauna
·      Komponen social ekonomi budaya masyarakat, termasuk tentang sikap dan persepsi masyarakat.
·      System transportasi dan volume lalu lintas sekitar lokasi kegiatan
·      Komponen kesehatan masyarakat.


2.4 Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Memberikan saran tindak dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagai upaya mencegah/mengurangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif berkaitan dengan pembangunan TPA

a.   
Pemilihan Lokasi TPA

Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut yang diakibatkan oleh metode pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selaluterjadi di berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang sesuai dengan persyaratan.Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan akhir sampah adalah :
  • Jarak dari perumahan terdekat 500 m
  • Jarak dari badan air 100 m
  •  Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet) Muka air tanah > 3 m
  •  Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10-6 cm / det Merupakan tanah tidak produktif 
Bebas banjir minimal periode 25 tahun Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metodepembuangan akhir sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui tahapanstudi yang komprehensif (feasibility study dan studi amdal). Sulitnyamendapatkan lahan yang memadai didalam kota, maka disarankan untukmemilih lokasi TPA yang dapat digunakan secara regional. Untuk lokasi TPAyang terlalu jauh (>25 km) dapat menggunakan sistem transfer station.

b.    Survey dan pengukuran Lapangan 
Data untuk pembuatan DED TPA harus meliputi :
-       Jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA
-       Komposisi dan karakteristik sampah
-       Data jaringan jalan ke lokasi TPA
Jumlah alat angkut (truk)Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung (primer)maupun tidak langsung (sekunder).Pengukuran lapangan dilakukan untuk mengetahui data kondisi lingkungan TPA seperti :
  • ü Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah,konduktivitas hidrolik, pH, KTK dan lain-lain) dan karakteristik kimia(komposisi mineral tanah, anion dan kation)
  • ü Sondir dan geophysic
  • ü Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran airtanah, kualitas air tanah (COD, BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain)
  • ü Kondisi air permukaan, meliputi jarak dari TPA, level air, fluktuasi level airmusim hujan dan kemarau, kualitas air sungai (BOD, COD, logam berat,chlorida, sulfat, pestisida dan lain-lain)
  • ü Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit.
  • ü Kualitas udara, meliputi kadar CH4, COx, SOx, NOx dan lain-lain.
  • ü Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m)
c. Perencanaan
Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan . Dengan demikian maka perencanaan TPA tersebut harus meliputi :
- Disain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia
- Disain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalanoperasi, saluran drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan (tanggul, lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul danpengolah lindi, ventilasi gas, barrier, tanah penutup, sumur uji, alat beratdan lain-lain) dan fasilitas pendukung (air bersih, bengkel, jembatan timbang dan lain-lain)
- Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaandaerah untuk membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal TPA tersebut dapat berfungsi tanpa mencemari lingkungan.
d. Pembebasan lahan

Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang mungkin timbul seperti kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena proyek. Luas lahan yang dibebaskan minimal dapat digunakan untuk menampung sampah selama 5 tahun.
e. Pemberian izin

Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan berbagai konsekuensi seperti dilarangnya pembangunan kawasan perumahan atau industri pada radius <500 m dari lokasi TPA, untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul dari berbagai kegiatan TPA
f. Sosialisasi
Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA, perlu diadakan sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu TPA, bagaimana mengoperasikan suatu TPA dan kemungkinan dampak negatif yang dapatterjadi namun disertai dengan rencana atau upaya pihak pengelola untukmenanggulangi masalah yang mungkin timbul dan tanggapan masyarakat terhadap rencana pembangunan TPA. Sosialisasi dilakukan secara bertahapdan jauh sebelum dilakukan perencanaan.


3.2 Tahap Konstruksi
a. Mobilisasi Tenaga dan Alat
1) Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan melaksanakan pekerjaan konstruksi TPA. Untuk tenaga professional seperti tenaga supervisi, ahli struktur dan mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan kualifikasi, sedangkan untuk tenaga buruh atau tenaga keamanan dapat direkrut dari tenaga setempat (jika ada). Rekrutmen tenaga setempat adalah untuk menghindari terjadinya konflikatau kecemburuan sosial.
2) Alat
Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan menimbulkan dampak kebisingan dan debu, namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agardapat diusahakan mobilisasi atau demobilisasi alat berat dilakukan padasaat lalu lintas dalam keadaan sepi serta tidak melalui permukiman yangpadat.
b. Pembersihan lahan (land clearing)
Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak pengurangan jumlah tanaman dan debu sehingga perlu dilakukan penanaman pohon sebagai pengganti.
c. Pembangunan fasilitas umum
1) Jalan Masuk TPA
Jalan masuk TPA akan digunakan oleh kendaraan pengangkut sampah dengan kapasitas yang cukup besar, sehingga kelas jalan dan lebar jalan perlu memperhatikan beban yang akan lewat serta antrian yang mungkin terjadi. Pengaturan lalu lintas untuk kendaraan yang akan masuk dan keluar TPA sedemikian rupa sehingga dapat menghindari antrian yang panjang karena dapat mengurangi efisiensi pengangkutan.
2) Kantor TPA
Kantor TPA berfungsi sebagai kantor pengendali kegiatan pembuangan akhir mulai dari penimbangan/ pencatatan sampah yang masuk (sumber,volume/berat, komposisi dan lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan menajemen TPA dan lain-lain. Luas dan konstruksi bangunankantor TPA perlu memperhatikan fungsi tersebut. Selain itu juga dapat dilengkapi dengan ruang laboratorium sederhana untuk analisis kualitas lindi maupun efluen lindi yang akan dibuang kebadan air penerima.
3) Drainase
Drainase keliling TPA diperlukan untuk menampung air hujan agar tidakmasuk ke area timbunan TPA, selain untuk mencegah tergenangnya areatimbunan sampah juga untuk mengurangi timbulan lindi.
4) Pagar TPA
Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA juga dapat berfungsi sebagai green barrier Untuk itu maka pagar TPA sebaiknya dibuat dengan menggunakan tanaman hidup dengan jenispohon yang rimbun dan cepat tumbuh seperti pohon angsan
d. Pembangunan fasilitas perlindungan lingkungan
1) Lapisan Dasar Kedap Air
Lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran lindi terhadap air tanah. Untuk itu maka konstruksi dasar TPA harus cukup kedap, baik dengan menggunakan lapisan dasargeomembrane/geotextile maupun lapisan tanah lempung dengankepadatan dan permeabilitas yang memadai (< 10-6 cm/det). Lapisantanah lempung sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing setebal 30cm. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibatkerusakan lapisan pertama karena terekspose cukup lama. Selain ituuntuk menghindari terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung,maka sebelum dilakukan peninmbunan sebaiknya lapisan dasar“terlindung” . Sebagai contoh dapat dilakukan penanaman rumput atauupaya lain yang cukup memadai.
2) Jaringan Pengumpul Lindi
Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkanlindi yang terbentuk dari timbunan sampah ke kolam penampung lindi. Jaringan pengumpul lindi dapat berupa pipa PVC berlubang yangdilindungi oleh gravel. Tipe jaringan disesuaikan dengan kebutuhanseperti luas TPA, tingggi timbunan, debit lindi dan lain-lain.
3) Pengolahan Lindi
Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadarpencemar lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yangberlaku. Mengingat karakteristik lindi didominasi oleh komponen organikdengan nilai BOD rata-rata 2000 - 10.000 ppm (Qasim, 1994), makapengolahan lindi yang disarankan minimal dengan proses pengolahanbiologi (secondary treatment ). Proses pengolahan lindi perlumemperhatikan debit lindi, karakteristik lindi dan badan air penerimatempat pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan pemilihanproses pengolahan, penentuan kapasitas dan dimensi kolam sertaperhitungan waktu detensi.
Mengingat proses biologi akan sangat dipengaruhi oleh kemampuanaktivitas mikroorganisme, maka pengkondisian dan pengendalian prosesmemegang peranan penting. Sebagai contoh kegagalan proses yangterjadi selama ini adalah karena tidak adanya upaya seeding danaklimatisasi proses biologi, sehingga efisiensi proses tidak dapatdiprediksi bahkan cenderung sangat rendah.Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri daribeberapa tahap sebagai berikut :
  • ü Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul
  • ü Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m).Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %
  • ü Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik,dilakukan di kolam fakultatif. Proses ini diharapkan dapat menurunkanBOD sampai 70 %
  • ü Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi denganefisiensi proses 80 %
  • ü Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsisebagai saringan biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dantanaman yang dapat menyerap bahan polutan.
Dalam kondisi efluen belum dapat mencapai nilai efluen yangdiharapkan, maka dapat dilakukan proses resirkulasi lindi ke lahantimbunan sampah melalui pipa ventilasi gas. Adanya proses serupa“trickling filter”, diharapkan dapat menurunkan kadar BOD lindi.
e. Pembangunan fasilitas pendukung
1) Sarana Air Bersih
Air bersih di TPA diperlukan untuk pembersihan kendaraan pengangkutsampah (truck), alat berat, keperluan mandi cuci bagi petugas maupun pengunjung TPA. Selain itu apabila memungkinkan air bersih jugadiperlukan untuk menyiram debu disekitar area penimbunan secaraberkala untuk mengurangi polusi udara.
2) Bengkel
Bengkel di TPA diperlukan untuk pemeliharaan alat berat sertamemperbaiki kendaraan yang mengalami kerusakan ringan yang terjadidi TPA, sehingga tidak sampai mengganggu operasi pembuangansampah. Peralatan bengkel harus disesuaikan dengan jenis kerusakanyang akan ditangani.


3.3 Tahap Pasca Konstruksi
a. Operasi dan Pemeliharaan TPA
Operasi dan pemeliharaan TPA merupakan hal yang paling sulit dilaksanakan dari seluruh tahapan pengelolaan TPA. Meskipun fasilitas TPA yang ada sudah cukup memadai, apabila operasi dan pemeliharaan TPA tidak dilakukan dengan baik maka tetap akan terjadi pencemaran lingkungan. Untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul , maka pengoperasian pembuangan akhir sampah dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Penerapan sistem sel
Penerapan sistem sel memerlukan pengaturan lokasi pembuangan sampah yang jelas termasuk pemasangan rambu-rambu lalu lintas truk sampah , kedisiplinan sopir truk untuk membuang sampah pada sel yang telah ditentukan dan lain-lain
2) Pemadatan sampah sedemikian rupa agar dapat mencapai kepadatan 700 kg/m3, yaitu dengan lintasan alat berat 5 x. Untuk proses pemadatan pada lapis pertama perlu dilakukan secara hati-hati agar alat berat tidak sampai merusak jaringan pipa leachate yang dapat menyebabkan kebocoran leachate.
3) Pengolahan lindi dikondisikan untuk mengoptimalkan proses pengolahan baik melalui proses anaerob, aerob, fakultatif, maturasi dan resirkulasi lindi, sehingga dicapai efluen yang memenuhi standar baku mutu (BOD 30 - 150 ppm)
b. Reklamasi lahan bekas TPA
Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, karena proses dekomposisi sampah menjadi lindi dan gas berlangsung dalam waktu yang sangat lama 30 tahun (Thobanoglous, 1993), maka lahan bekas TPA direkomendasikan untuk lahan terbuka hijau atau sesuai dengan rencana tata guna lahannya. Apabila lahan bekas TPA akan digunakan sebagai daerah perumahan atau bangunan lain, maka perlu memperhitungkan faktor keamanan bangunan secara maksimal.
c. Monitoring TPA pasca operasi
Monitoring kualitas lingkungan pasca operasi TPA diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran baik karena kebocoran dasar TPA, jaringan pengumpul lindi, proses pengolahan lindi yang tidak memadai maupun kebocoran pipa ventilasi gas. Fasilitas yang diperlukan untuk monitoring ini adalah sumur uji dan pipa ventilasi gas yang terlindung. Sumur uji yang harus ada minimal 3 unit, yaitu yang terletak sebelum area peninmbunan, dekat lokasi penimbunan dan sesudah area penimbunan.
Anonim,2009. Sampah Masih Menjadi Persoalan Serius, http://www.dmsfm.com diakses 06 JUNI 2009.
Nurandani, Haryono. 2009. evaluasi pengolahan lindi. eprints.undip.ac.id/pdf.
Anonim, 2008. ukl-upl-talangagung . http://samowob.files.wordpress.com/ pdf
Anonim, 2009. Aspek-Lingkungan-TPA Sampah. http://www.scribd.com/doc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar