Senin, 25 Juni 2012

Makalah Kekurangan Energi Protein Pada Anak

Makalah Kekurangan Energi Protein Pada Anak
A.    Latar belakang
Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang masih menghadapi masalah kekurangan gizi yang cukup besar. Kurang gizi pada balita terjadi karena pada usia tersebut kebutuhan gizi lebih besar dan balita merupakan tahapan usia yang rawan gizi.
KEP adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia maupun negara-negara berkembang lainnya KEP berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas antara 20-30%, selain itu juga dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian.
Usia dibawah lima tahun (balita) terutama pada usia 1-3 tahun merupakan masa pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik fisik maupun otak. Sehingga memerlukan kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan pada masa-masa berikutnya. pada masa ini anak sering mengalami kesulitan makan, apabila kebutuhan nutrisi tidak ditangani dengan baik maka akan mudah terjadi Kekurangan energi protein (KEP).
Untuk mengantisipasi masalah di atas, diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan secara terpadu di setiap tingkat pelayanan kesehatan, termasuk pada sarana kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas perawatan, Puskesmas, Balai Pengobatan, Puskesmas Pembantu, Pos Pelayanan Terpadu, dan Pusat Pemulihan Gizi yang disertai peran aktif masyarakat.


KEKURANGAN ENERGI PROTEIN PADA ANAK


A.    Pengertian KEP
Menurut Supariasa (2000) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu.
KEP adalah keadaan  kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi Pada anak-anak KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan


B.  Klasifikasi KEP

Berikut ini adalah klasifikasi Kurang Energi Protein:
1.       KEP ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS.
2.       KEP sedang bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku median WHO-NCHS.
3.       KEP berat/Gizi buruk bila BB/U <60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB <70% baku median WHO-NCHS.

C.     Etiologi KEP
Penyebab terjadinya adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain:
1.      Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan (6). Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI (2).
2.      Faktor social
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil (7), ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor (5).
3.      Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya (2).
4.      Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.


D.    Patofisiologi KEP
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolic.
Kalau terjadi stress katabolic (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relative, kalau kondisi ini terjadi terus menerus maka akan menunjukkan manifestasi kwashiorkor ataupun marasmus. 
Protein merupakan zat pembangun. Kekurangan protein dapat menggangu sintesis protein dengan akibat:
1.   Gangguan pertumbuhan
2.   Atrofi otot
3.   Penurunan kadar albumin serum(sembab)
4.   Hb turun (anemia gizi)
5.   Jumlah aktivitas fagosit turun (daya tahan terhadap infeksi turun)
6.   Sintesis enzim turun (gangguan pencernaan makanan);sudaryat, 2000.

KEP dalam keadaan berat KEP dibagi menjadi 2 yaitu :
1.      Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah defisiensi protein akibat terjadinya stress katabolic (infeksi).
a.       Etiologi
Penyebab utama makanan tidak mengandung protein hewani dengan alasan :
Ø  Kemiskinan.
Ø   Pengetahuan mengenai penambahan makanan pada bayi dan anak.
Ø   Pemikiran yang salah.
Ø  Macam-macam infeksi : diare, cacingan dsb.
Ø  Khusus : ibu kekurangan ASI, ibu meninggal, ibu dengan sakit berat, ibu hamil lagi, penghentian tiba-tiba dari ASI, penitipan anak/bayi.
b.      Patofisiologi
Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolic dan perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya(abdoeerahman, 1985).
Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema(abdoerrahman, 1985).
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein-beta sehingga transport lemak dari hati kedepot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar(abdoerahman,1985).
c.       Tanda dan Gejala
Ø  Pertumbuhan terganggu
Ø  Berat badan dan tinggi badan kurang dibandingkan dengan anak sehat.
Ø  Perubahan mental, biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis.
Ø  Edema ringan maupun berat.
Ø  Gejala gastrointestinal seperti; anoreksia, diare, hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pancreas dan usus. Intoleransi laktosa kadang-kadang ditemukan.
Ø  Perubahan rambut; mudah dicabut, warna berubah, kusam, kering, jarang.
Ø  Kulit kering (crazi pavement dermatosis)
Ø  Pembesaran hati
Ø  Anemia ringan
Ø  Kelainan kimia darah; kadar albumin serum rendah, globulin tinggi, (solihin,2000)

  • 2.      Marasmus
Marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein. 
a.       Etiologi
Ø Kegagalan menyusui anak, ibu meninggal anak diterlantarkan atau tidak dapat menyusui.
Ø Terapi dengan puasa karena penyakit, oleh karena itu tidak boleh lebih dari 24 jam.
Ø Tidak memulainya dengan makanan tambahan.
b.      Patofisiologi
Pada keadaan ini yang menyolok adalah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut(abdoerrahman, 1985).
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin(abdoerrahman,1985).
c.       Tanda dan gejala
Ø Muka seperti orang tua
Ø  Sangat kurus, tulang terbungkus kulit
Ø Cengeng dan rewel
Ø  Kulit keriput
Ø  Perut cekung
Ø  Iga gambang
Ø Sering disertai penyakit infeksi dan diare
 
E.     Komplikasi.
  • 1.      Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pankreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.
  • 2.      Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
  • 3.      Defisiensi vitamin A (xerophtalmia) Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata terkena cahaya). Jika tidak segera teratasi ini akan berlanjut menjadi keratomalasia (menjadi buta).
  • 4.      Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis. Tiamin berfungsi sebagai ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin. B1menyebabkan penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental dan jantung.
  • 5.       Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis) Vitamin B2/riboflavin berfungsi sebagai ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2 menyebabkan stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut, glositis, kelainan kulit dan mata.
  • 6.      Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
  • 7.      Defisiensi Vitamin B12, Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa.
  • 8.      Defisit Asam Folat, Menyebabkan timbulnya anemia makrositik, megaloblastik, granulositopenia, trombositopenia.
  • 9.      Defisiensi Vitamin C, Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas karena merupakan bagian dalam pembentukan zat intersel, pada proses pematangan eritrosit, pembentukan tulang dan dentin.
  • 10.  Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Yodium, Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter) yang dapat merugikan tumbuh kembang anak.
  • 11.  Tuberkulosis paru dan bronkopneumonia.
  • 12.  Noma sebagai komplikasi pada KEP berat, Noma atau stomatitis merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi, bibir dan dagu. Noma terjadi bila daya tahan tubuh sedang menurun. Bau busuk yang khas merupakan tanda khas pada gejala ini.


F.      Penatalaksanaan diet
Tata laksana diet pada balita KEP berat/gizi buruk ditujukan untuk memberikan makanan tinggi energi, tinggi protein serta cukup vitamin dan mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi optimal.
Ada 4 kegiatan penting dalam tata laksana diet, yaitu pemberian diet, pemantauan dan evaluasi, penyuluhan gizi, serta tindak lanjut.
  • 1.      Pemberian diet
Pemberian diet pada KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1.      Melalui 3 periode yaitu periode stabilisasi, periode transisi, dan periode rehabilitasi.
2.      Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari.
3.      Kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg BB/hari.
4.       Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau pemberian bahan makanan sumber mineral tertentu.
Bahan makanan sumber mineral khusus :
-          Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam.
-           Sumber Cuprum : tiram, daging, hati
-          Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.
-           Sumber Magnesium : daun seledri bubuk coklat, kacang-kacangan, bayam,
-           Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang, apel, alpukat, bayam, daging tanpa lemak.
5.      Jumlah cairan 130-200 ml per kg BB/hari, bila terdapat edema dikurangi.
6.      Cara pemberian : per oral atau lewat pipa nasogastrik (NGT).
7.      Porsi makanan kecil dan frekuensi makan sering.
8.      Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa dan rendah serat (lihat tabel formula WHO dan modifikasi).
9.      Meneruskan pemberian ASI.
10.  Membedakan jenis makanan berdasarkan berat badan, yaitu:
BB<7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB >7 kg dapat langsung diberikan makanan anak secara bertahap.
11.  Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi.

  • 2.      Evaluasi dan pemantauan pemberian diet.
1.      BB sekali seminggu: Bila tidak naik, kaji penyebab antara lain: masukkan zat gizi tidak adekuat, defisiensi zat tertentu, misalnya iodium, adanya infeksi, adanya masalah psikologis.
2.      Pemeriksaan laboratorium: Hb, Gula darah, feses (adanya cacing), dan urin
3.      Masukan zat gizi: bila kurang, modifikasi diet sesuai selera
4.       Kejadian diare: gunakan formula rendah atau bebas laktosa dan hiperosmolar, misal: susu rendah laktosa, tempe, dan tepung-tepungan
5.      Kejadian hipoglikemi: beri minum air guila atau makan setiap 2 jam.

DAFTAR PUSTAKA

1.       http://jurnalmkmi.blogspot. com/2009/03/faktor-faktor-determinan-kejadian.html
2.       http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?option=com_journal_review&id=3197&task=view
3.       Almatsier,S.2001.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
Ilmu Gizi Pengetahuan Dasar Ilmu Gizi,Moehji Sjahmien Penerbit Papan Sinar Sinanti Jakarta 2007.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar