Senin, 25 Juni 2012

pengertian Pangan Fungsional di jepang

pengertian Pangan Fungsional di jepang
Tren Pangan Fungsional di Jepang Oleh Ardiansyah Michwan

Bangsa Jepang merupakan salah satu contoh masyarakat di dunia yang sangat memperhatikan pola konsumsi pangannya. Pangan yang dikonsumsi tidak hanya berkaitan dengan masalah kecukupan nilai gizi, tetapi juga terkait dengan efek fisiologis yang dapat mempengaruhi kesehatan. Istilah ini kemudian berkembang dengan nama pangan fungsional. Jepang merupakan satu-satunya negara yang memiliki aturan baku tentang pangan fungsional dan saat ini pasar pangan fungsional di Jepang merupakan pasar yang terdepan di dunia.
Perkembangan pangan fungsional secara komersial pertama kali dimulai di Jepang dan setelah itu perkembanganya merambah ke Amerika, Eropa, dan beberapa negara asia lainnya termasuk Indonesia. Perkembangan pangan fungsional ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan dalam upaya tindakan preventif dan pandangan konsumen tentang perbaikan kualitas hidup terutama di masa usia lanjut. Perubahan pola pikir dan peningkatan pengetahuan tentang kesehatan menimbulkan permintaan terhadap perbaikan mutu dan gizi dari bahan pangan.
Di Jepang perkembangan pangan fungsional juga didorong oleh komitmen pemerintah Jepang yang gigih mengupayakan perbaikan mutu kesehatan para manula yang jumlahnya meningkat tajam akhir-akhir ini. Karena tidak ada peraturan yang jelas tentang klaim kesehatan untuk produk pangan fungsional menyebabkan banyak terjadi penyalahgunaan klaim promosi. Perusahaan dengan mudahnya mengklaim produknya berguna bagi kesehatan atau dapat mencegah penyakit tertentu tanpa didasarkan pada penelitian yang tepat dan kajian ilmiah yang seksama.
Sejak tahun 1984, pemerintah Jepang telah menyusun draft alternatif pengembangan pangan fungsional dengan tujuan untuk memperbaiki fungsi-fungsi fisiologis, agar dapat melindungi tubuh dari berbagai penyakit, khususnya penyakit-penyakit degeneratif. Pemerintah mengeluarkan regulasi khusus untuk pangan fungsional dengan melakukan pendaftaran untuk mendapatkan persetujuan pemerintah yang pelaksanaannya di lakukan oleh Ministry of Health, Labor, and Welfare. Produk dengan klaim yang telah memenuhi syarat akan mendapatkan label atau logo FOSHU (Food for Specified Health Use) (Gambar 1) dan secara otomatis produk tersebut dapat dipasarkan sebagai pangan fungsional.
Pada Tabel 1 disajikan pengelompokan pangan fungsional berdasarkan FOSHU. Berdasarkan laporan dari The Japan Health Food and Nutrition Food Association (JHNFA), saat ini ada 755 produk pangan yang telah mendapat persetujuan oleh pemerintah dan mendapatkan sertifikat FOSHU. Selanjutnya pada Gambar 2 disajikan tren pasar produk FOSHU sampai dengan tahun 2008. Sebagai contoh, pada tahun 2007 pasar produk FOSHU mencapai sekitar 7 milyar yen dan mengalami peningkatan sebesar 7,9 persen dibandingkan tahun 2005. Dari angka tersebut, 51 persen dari total produk yang dipasarkan adalah produk-produk probiotik dan prebiotik yang berhubungan dengan klaim kesehatan pencernaan dan kekebalan tubuh. Produk pangan fungsional FOSHU juga tetap mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2008 dengan angka 7.5 milyar yen.
Seperti telah diketahui bersama bahwa probiotik atau dikenal dengan mikroorganisme “baik” adalah preparat yang terdiri dari mikroba hidup yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia atau hewan secara oral. Mikroba hidup itu diharapkan mampu memberikan efek fisiologis terhadap kesehatan manusia atau hewan dengan cara memperbaiki sifat-sifat yang dimiliki mikroba alami yang tinggal di dalam tubuh manusia.
Beberapa produk FOSHU lainnya mengandung komponen bioaktif yang berasal dari protein susu dan telah terbukti mampu memberikan efek dapat menurunkan tekanan darah pada manusia jika dikonsumsi setiap hari dengan dosis yang tepat (Saito, 2008). Mekanisme penurunan tekanan darah produk ini adalah dengan menghambat kerja enzim angiotensin I-converting enzyme (ACE); suatu enzim yang bertanggung jawab terjadinya peningkatan tekanan darah. Pada Gambar 1, disajikan dua produk yang sangat populer di pasar Jepang. “Amile S” adalah produk susu fermentasi yang telah dipasteurisasi yang diproduksi oleh Calpis Co., Ltd. (disetujui menjadi FOSHU tahun 1999) mengandung peptida laktotripeptida IPP dan VPP. Sedangkan “Peptio” adalah minuman ringan yang diproduksi oleh Kanebo Co., Ltd (disetujui menjadi FOSHU tahun 2000) mengandung peptida dodekapeptida (DP) (FFVAPFPQVFGK). Peptida-peptida tersebut sangat potensial sebagai bahan aktif untuk menurunkan tekanan darah.
Peningkatan prevalensi penyakit degeneratif di Indonesia, merupakan alasan utama para peneliti pangan dan gizi Indonesia untuk mengeksplorasi bahan-bahan alami yang ada di Indonesia. Tingginya biodiversity kekayaan alam dan bahan-bahan indigenous yang dianugrahkan oleh Tuhan kepada bangsa Indonesia, merupakan potensi yang sangat berharga dan bermanfaat untuk kesehatan masyarakatnya.
Atas dasar tersebut dan dikaitkan dengan informasi pengelompokan pangan fungsional di Jepang (Tabel 1), menurut hemat penulis, kita (Indonesia) dapat mengembangkan pangan fungsional yang berbasis pada kekayaan alam yang kita miliki. Beberapa contoh dapat penulis sajikan pada tulisan ini. Pemanfaatan ubi jalar sebagai sumber prebiotik, sumber serat makanan, dan sumber antioksidan. Pemanfaatan angkak, sebagai sumber GABA dan statin yang dapat memberikan efek fisiologis menurunkan tekanan darah dan lemak darah. Tempe dan produk derivatnya sebagai salah satu produk pangan tradisional bangsa Indonesia.
Komponen aktif yang terdapat pada tempe, seperti isoflavone aglycones, free amino acid, dan peptida (Watanabe et al. 2007) sangat potensial dikembangkan sebagai pangan fungsional. Pemanfaatan bekatul sebagai sumber asam ferulat dan kandungan asam fenolik sangat baik sebagai bahan aktif untuk menurunkan tekanan darah, lemak, dan glukosa darah (Ardiansyah et al., 2006).

Paradigma baru dalam mengkonsumsi makanan telah terjadi pergeseran. Kenikmatan bukan lagi menjadi prioritas utama di dalam makanan, tetapi orang cenderung memilih makanan sehat dan menyehatkan bahkan memilih makanan yang mempunyai fungsi untuk mencegah penyakit atau mengobati penyakit. Meningkatnya kesadaran akan pentingnya fungsi fisiologis suatu makanan berdasarkan kenyataan bahwa penyebab terbesar penyakit–penyakit yang diderita oleh manusia karena kesalahan diet atau kesalahan didalam memilih makanan lebih dari itu, pola konsumsi yang tidak sehat dapat mengakibatkan penyakit yang dapat menimbulkan kematian, seperti hypertensidan jantung koroner walaupun masih ada faktor penyebab lainnya tetapi makanan dapat menjadi faktor pencetus penyakit tersebut.
Makanan yang bermanfaat untuk mencegah suatu penyakit yang terkait dengan sistem kekebalan tubuh, endokrin, saraf, sistem pencernaan, sistem sirkulasi dan lain sebagainya disebut sebagai makanan fungsional. Perkembangan makanan fungsional di Indonesia tidak sebesar di China, Jepang, Amerika ataupun Eropa. Meskipun demikian, jumlah penduduk yang banyak merupakan potensi yang sangat besar bagi pengembangan makanan fungsional ditunjang dengan makanan tradisional yang dipercaya oleh masyarakat dapat menjaga kesehatan. Karena merupakan makanan maka makanan fungsional harus mempunyai karakteristik sebagai makanan yaitu memberikan sifat sensori, baik warna , tekstur dan citarasanya, serta mengandung zat gizi disamping mempunyai fungsi fisiologis bagi tubuh.
Ilmuwan Jepang menekankan pada tiga faktor yang harus dipenuhi oleh suatu produk agar dapat disebut makanan fungsional :
  1. Produk tersebut haruslah suatu produk pangan (bukan kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan/ingredient yang terdapat secara alamiah.
  2. Produk tersebut dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagian dari diet atau menu setiap hari.
  3. Produk mempunyai fungsi tertentu pada waktu dicerna, memberikan peran dalam proses tubuh tertentu
Fungsi–fungsi fisiologis yang diberikan oleh makanan fungsional antara lain adalah memperkuat mekanisme daya tahan tubuh, mengatur ritmik kondisi fisik, membantu untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah terserang penyakit tertentu, mencegah penuaan dan mencegah penyakit yang berkaitan dengan makanan. Dengan demikian, meskipun mengandung senyawa yang berkhasiat bagi kesehatan namun makanan fungsional bukanlah obat. Kalau obat bersifat kuratif sedangkan makanan fungsional lebih bersifat preventif dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan sehari–hari dengan bentuk dapat berupa makanan atau minuman.
Makanan fungsional mempunyai posisi diantara makanan konvensional dan obat. Setiap makanan fungsional digunakan untuk mencegah suatu penyakit pada tingkat pemeriksaan awal. Berbagai komponen telah dianggap mempunyai fungsi fisiologis berkhasiat bagi kesehatan antara lain : serat makanan (dietary fiber), senyawa fitokimia, oligosakarida, gula-alkohol, sejenis peptida dan protein, bakteri asam laktat dan berbagai jenis mineral (Broek, 1993; Kawazoe, 1994).
Serat makanan sampai saat ini adalah komponen yang paling banyak digunakan dalam makanan fungsional. Serat dedak beras atau dedak gandum, berbagai jenis gum adalah contoh serat makanan yang sering ditambahkan ke dalam makanan fungsional. Umumnya serat makanan yang larut di dalam air seperti polydextrosedigunakan dalam minuman fungsional. Pengaruh fisiologis yang diberikan serat makanan antara lain mengatur fungsi – fungsi usus, mencegah penyakit divertikulosis, mencegah konstipasi, mengendalikan kolesterol darah, mengatur kadar gula darah, mencegah obesitas dan mengurangi resiko terhadap kanker kolon (Fardiaz,1995).
Penelitian – penelitian tentang serat makanan banyak dilakukan untuk mempelajari fungsi – fungsi serat (dietary fiber) di dalam peningkatan kesehatan khususnya dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Anjuran untuk banyak makan serat dikumandangkan untuk memerangi masalah gizi lebih dan penyakit degeneratif yang menyertainya. Bahkan serat makanan sudah tersedia dalam bentuk instan siap minum.
Selain serat, tanaman pangan banyak mengandung senyawa fitokimia (phytos = tanaman, chemicals = zat kimia) yang menjadi topik penelitian yang sangat penting karena diantara zat tersebut dapat memberikan fungsi – fungsi fisiologis yang luar biasa menguntungkan bagi kesehatan termasuk dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif (Hendrich et.al, 1994). Beberapa fitokimia yang diketahui mempunyai fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin, glukosilonat, polifenol, inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen, sulfida dan asam fitat.
Fungsi fisiologis yang dimiliki zat tersebut antara lain sebagai anti kanker, anti mikroba, anti oksidan, anti radang, merangsang sistem daya tahan tubuh, mengatur tekanan darah, mengatur kadar gula darah dan menurunkan kolesterol, seperti diuraikan lebih rinci di bawah ini (Waltz, 1996).
Karotenoid banyak ditemukan pada sayuran berwarna kuning-jingga seperti wortel, sayuran berwarna hijau seperti brokoli, dan buah – buahan berwarna merah dan kuning-jingga, seperti tomat, arbei, semangka dan mangga. Karotenoid dianggap berkhasiat sebagai senyawa anti oksidan, anti kanker dan senyawa yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
Fitosterol seperti b-sitosterol, stigmasteroldan kampesterol banyak ditemukan terutama biji – bijian. Khasiat fitosterol dalam menurunkan kadar kolesterol darah telah diketahui sejak tahun 1950.
Saponin, senyawa pahit yang banyak terdapat pada kacang – kacangan dapat menurunkan kadar kolesterol, berfungsi sebagai anti oksidan dan dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh. Di beberapa negara maju senyawa saponin sudah diijinkan sebagai bahan tambahan makanan, misalnya di USA digunakan sebagai bahan tambahan dalam bir sedangkan di Inggris sering digunakan dalam minuman ringan.
Glukosinolat umum terdapat pada sayuarn seperti kol, brokoli, kubis, lobak dan mustard. Pada saat jaringan tanaman mendapat perlakuan mekanik, maka senyawa aktif seperti isotiosianat, tiosianat dan indol lepas dari glukosinolat sebagai akibat dari aktivitas enzim Myrosinase yang spesifik. Senyawa – senyawa ini disamping dapat mengatur kadar gula darah juga diketahui mempunyai aktivitas sebagai anti kanker.
Fitoestrogen terdiri dari isoflavonoid dan lignan. Isoflavonoid banyak terdapat pada kedelai dan produk–produk kedelai seperti tahu dan tempe. Senyawa ini berfungsi sebagai anti oksidan dan dikenal sebagai zat anti kanker.
Senyawa sulfida banyak terdapat pada bawang – bawangan khususnya bawang putih. Senyawa aktif sulfida adalah dialil sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut alisin. Seperti halnya folifenol, alisin mempunyai fungsi fisiologis yang sangat luas termasuk anti oksidan, anti kanker, anti trombotik, anti radang, mengatur tekanan darah dan menurunkan kolesterol darah.
Oligosakarida yang terdapat dalam makanan mempunyai fungsi untuk mengatur kinerja usus yaitu menjadi substrat bagi pertumbuhan bifidobakteria di dalam usus. Pertumbuhan bifidobakteria yang baik didalam usus dapat mencegah pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella atau E. Coli patogenik. Beberapa coctoh oligosakarida yang dapat berfungsi demikian antara lain adalah frukto-oligosakarida, galakto-oligosakarida, isomalto-oligosakarida dan oligosakarida dari kedelai (Fardiaz, 1995). Di Jepang, oligosakarida adalah komponen makanan fungsional kedua terbesar setelah serat makanan.
Gula alkohol seperti maltitol, manitol atau palatinosa adalah gula berkalori rendah oleh karena itu dapat mencegah obesitas. Selain itu gula-alkohol juga berfungsi mencegah kerusakan gigi.
Casein-calsium-peptide (CCP) dan Casein-phopho-peptide (CPP) adalah contoh peptida yang digunakan dalam makanan fungsional untuk menigkatkan pertumbuhan tulang dan gigi serta mencegah osteoporosis. Laktoferrin adalah jenis protein yang secara alami terdapat dalam susu dapat meningkatkan penyerapan besi.
Tumbuhnya bakteri asam laktat seperti Lactobacillus casei dan bifidobakteria di dalam mikroflora usus besar bermanfaat sebagai pesaing untuk zat gizi yang dibutuhkan bakteri patogen.
Beberapa mineral yang digunakan sebagai komponen makanan fungsional adalah HIP (heme-iron-enriched-peptide) dan CCM (Calcium-citric-malic) yang masing–masing berfungsi meningkatkan penyerapan besi dan kalsium. Disamping itu juga untuk mencegah osteoporosis dan mencegah anemia.
Secara biologis kebutuhan remaja = dewasa, tetapi membutuhkan nutrient pelindung lebih banayak (prot, vit, mineral/unit energi).
Remaja pria umu,nya memiliki lean body mass >skeleton>, tetapi jaringan adipose <>
Lean body mass mempunyai metabolit aktif dari jaringan adipose kebut. Gizi pria>wanita.
Masa pubertas
- periode utama perkembangan seksual
- meningkatnya produksi luteiizing hormone – stimulir gonad untuk produksi steroid salahsatu bahan bakunya adalah kolesterol.
- Faktor yang berpengaruh : hereditas, nutrisi, sosek, lingkungan
- Gizi kurang dapat menghambat pubertas
- Diet tinggi lemak dapat mempercepat masa pubertas.
- Selama pubertas % lemak tubuh meningkat pada wanita tetapi menurun pada pria, pada wanita % lemak tubuh mencapai 25% (2Xlipat dari pria).
Protein
- untuk pemeliharaan dan pertumbuhan
- energi berasal yang berasal dari protein 12-14% dari total energi
- tanpa energi yang cukup, protein akan mengalami glukoneogenesisi shg tidak tersedia untuk sistesis.
Hubungan makaanana dengan jerawat.
Mineral
Pada dasaranya semua mineral penting
Ca : peningkatan pertumbuhan masa kerangka
Fe : ekspansi sel darah merah dan masa otot
Zn : kerangka baru dan jaringan otot
Pertumbuhan kerngka remaja kurang lebih 45% masa kerangka dewasa
Retensi (y ditahan tubuh ) Ca 300 mg/hari karena penyerapan Ca 30% kebutuhan minimal per hari 900 kg.
RDA P = 1200 mg minum soft drink dapat menggangu kestimbangan Ca : P, juga sedikit menghambat produksi hormone.
Makanlah dengan hati (penuh dengan rasa syukur pada Allah SWT).
RDA Fe remaja : 18 mg Pada pria berkaitan masa otot yang lebih banyak, pada wanita berkaitan dengan menstruasi.
Vit. A : penglihatan, pertumbuhan, diferensiasi seluler dan ploliferasi reproduksi serta sistem imun.
Vit. D : pemliharaan homeositas (jaga keseimbangan) Ca dan P pada mineralisasi tulang.
Vit. C : Sintesis kolagen untuk mengencangkan kulit.
Vit. B : metabolisme energi, mencegah beri-beri, sistesis RNA dan DNA.
Masalah yang terekait pada nutrisi remaja : 
Obesitas  eating disorder : anoreksia nervosa dan bulimia. HIpertensi : sistolik > 140 mmHg, diastolic > 90 mmHg, akibat makanan tinggi Na dan lemak jenuh. Diet vegetarian : remaja vegan beresiko tinggi terhadap defisiensi gizi (Ca, Fe, Zn, Vit. D, B12, B2) . Makanan vegetarian rendah energi dan lemak, sehingga protein diubah menjadi energi. Kebiasaan makan yang buruk, (tidak sarapan, fast food, snack, alkoholisme dan kecanduan obat). Sarapan : harus mamapu menyediakan energi paling sedikit 330 kkal serta cukup protein dan lemak. 

 sumber
http://4-healthyfood.blogspot.com/2008/05/pangan-fungsional-dan-zat-fungsinya.html
  • Ardiansyah, Shirakawa, H., Koseki, T., Ohinata, K., Hashizume, K., and M. Komai. 2006. Rice bran fractions improve blood pressure, lipid profile, and glucose metabolism in stroke-prone spontaneously hypertensive rats. J. Agric. Food Chem., 54, 1914-1920.
  • Ohama, H., Ikeda, H., and Moriyama, H. 2006. Health food and food with health claims in Japan. Toxicol., 221: 95-111.
  • Saito, T. 2008. Antihypertensive peptides derived from bovine casein and whey proteins. Adv. in Exp. Med. and Biol., 606:295-317.
  • Watanabe, N., Fujimoto, K., and Aoki, H. 2007. Antioxidant activities of the water-soluble fraction in tempeh-like fermented soybean (GABA-tempeh). Int. J. Food Sci. Nutr., 58:577-587.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar