Selasa, 26 Juni 2012

makalah Revitalisasi Model Diversifikasi Pangan Lokal Di Wilaya Pulu-Pulau Kecil Propinsi Maluku

makalah Revitalisasi  Model  Diversifikasi  Pangan Lokal  Di Wilaya Pulu-Pulau Kecil Propinsi Maluku

Pendahuluan 

Ketergantungan pangan kepada negara lain dapat merupakan ancaman seriuas bagi stabilitas keamanan nasonal maupun kedaulatan negara. Diliha dari indi kator kemandirian pangan, kemandirian pangan(beras) di indonesia cendrung makin baik, dari -8,9% tahun 1995 menjadi -3,8% tahun 2000, tetapi juga masih di ikuti oleh tingginya angka impor (Krisnamurthi 2006; Arifin, 2007). Hingga ini , impor beras masih sering dilakukan sebgai langkahterakhir mengamanakan kenaikan harga beras  dala negeri,
Salah satu masalah ketahanan pangan di indonesia adalah angka konsumsi beras yang cendrung semakin tinggi hinga 139 kilogram per kapita per tahun, jauh lebih tinggi di banding konsumsiberas di jepang, thiland, malaysia yakni antara 70 kg dan 80 kg per kapita per tahun. Kecuali itu, tingkat rawan pangan busung lapar ikalangan penduduk usia 0-4 tahun masi tinggi yakni sekitar 8%  (1,67 juta ) pada tahun 2005 (siregar and yulia 2006).
Konisi ini diperkirakan makin buruk sehubungan dengan isu perubahan iklim dan pemanasan global yang diperkirakan akan menurungkan produksi pangan, khususnya beras, sehingga mendorong setiap negara membangun  sistem ketahanan pangan masing-masing bahkan mengurangi ekspor pangan kenegara lain. Pemerinta indonesia menyikapi masaalah ketahanan pangan tersebut dengan membuat target mengurangi konsumsi 1,5% pertahun dan mengeluarkan perpres no 22/2009 yang menekankan kepentingannya percepatan pangan lokal.
Propinsi maluku merupakan wilayah kepulauan, terdiri dari 96% lautan, dan memiliki lebih kurang 1340 pulau-pulau kecil yang dihuni sekitar 1,4 juta jiwa. Rawan pangan beras lebih sensitive di wilyah kepulauan karena lebih peka terhadap isu musibah gagal panen dan perubahan iklim global (Affandi ,2001) . selain itu, oleh karene rentang kendali yang jauh dan sarana prasarana transportasi laut dan darat terbatas  maka ditribusi pangan antar pulau cukup sulit dan lambat. Oleh karna itu pemerinta daerah telah membagi wilaya maluku kedalam 12 gugus pulau agar lebih mudah dalam pengendalian dan distri busi pangan lokal. Potensi pangan lokal terbesar di gugus pulau 1,2 dan 3 adalah tanaman sagu dimana produksi satu batang pohon sagu masak, dapat menghidupi seorang indifidu dalam satu tahun (Flach, 1984).

Dalalam seminar internasional sago and spici for food securitye di ambon  pada bulan agustus 2010, materi pertanian dan kepala badan ketahanan pangan menyaakan bahwa maluku memiliki potensi tanaman pangan lokal yang kaya dan beragam seperti sagu dan ikan ,jagung ,ubi, pisangdan sukun, sehinga perlu kecepatan pengembangnnya kearah industri pangan sebagai basis ketahanan dan kedaulatan pangan daerah. Hal ini didukung pleh data potensi pangan lokal di maluku  yang cukup besar, yakni lebih dari 31 000 hektar (Haryanto dkk, 1999; fakultas pertanian universitas pattmura,2010), dalam wktu brsamaan, wakil mentri perindustrian dan perdagangan menyatakan dukungan penuh untuk program membangun industri pangan berbasis sumberdaya dan budaya lokal I maluku. Namun dalam perkembangannya terdapat sejumlah masaalah.
Pertama,prcepatan pangan lokal masih kurang medapat dukungan dari infranstruktur pegembangan lahan usaha dan agroin industri pangan lokal (Dolorosa, 2010). Dalam hal ini potensi pangan lokal yang melimpah cendrung terabaikan dan hilang kecuali dilakukan terobosan baru dalam bentik revitalisasi pangan lokal .
Kedua, penurunan konsumsi pangan lokal akan berimbas terhadap kenaikan bers.jika 1,4 juta penduduk maluku mengkonsumsi beras maka dibutuhkn sekitar 170000 toon setiap tahunnya, padahal kempuan produksi di daerah transmigrasi maluku hanya 30000 toon, maka harus di impor sekitr 140000 ton pertahun (Girsang,2009). Untuk saat ini, tingkat kecukupan dan keberlanjutan pangan di maluku di perkirakan berada dalam posisi self-sufficiency(bappeda 2005), tetapi dipedesaan seram timur dan maluku barat daya sering menglami rawan pangan beras.
Ketiga, ketergantungan terhadap beras sebagai makanan pokok telah medeprivasi ketahanan dan kedaulatan pangan lokal, menciptakan situasi ketrgantungan terhadap beras di desa-desa berbasis pangan non-beras. Ironisanya, subtitusi pangan lokal dari non-beras di maluku akan menyulitkan rumah tangga di perdesaan maluku yang umumnya dudah memiliki kecukupan pangan lokal tetapi miskin ‘uang tunai’ untuk membeli beras (Girsang 2006); Girsang, 2009).
Akhirnya, revitalisasi pertanian selama ini lebih difokuskan pada aspek physical  capital padi sawa khususnya benih unggul, pupik dan obat-obatan, alat dan mesin pertanian, infrastruktur pendukung seperti irigasi dan jalan desa. Pada hal revitalisasi pertanian sebenarnya merupakan revitalisasii kemanusiaan (Krisnamurthi 2006) yng fokus pembangunannya seharusnya dimulai dari pengembangan human dan social capital (Uhoff, 1986; pretty, 1999), mengurangi ketergantungan dan merevitalisasi model percepatan diversifikasi pangan berasis sumber daya alam dan budaya lokal.
Secara spesifik, masaalah penelitianh dapat dirumuskan dalam beberapn pertanyaan penelitian (research questions) berikut:
1) Bagimnkah kondisin nyata diversifikasi pola konsumen makanan pokok berbasis non beras di pedesaan maluku?
2)   fakor-faktor apa yang menyebapkan terjadinya perubahan pola konsumsi makanan pokok dari non beras di pedesaan maluku.
3)    apa dampak perubahan pola konsumsi  makanan pokok drib eras ke non beras  terhadap aspek social budaya dan eknomi masarakat pedesaan di maluku.
4)   Bagaimana mengembangkan revitalisasi model diversifikasi pangan lokal berasis non beras di pedesaan maluku.

2.       Tujuan Kegiatan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mencari solusi masalah pngan lokal yang semakin teringgal (ditinggalkan ) sekaligus mengembangkan model revitalisasi kelembagaanya di pulu-pulu kecil secara teknis, model revitalisasi diversifikasi pangan lokal memberikan kontribusi penting bagi pemerintah daerah yakin sebagai acuan dalam menggali dan megidentifikasikan potensi serta mengemangkan pengsahaan pangan lokal dalam jangka panjang. Secara ekonomi, model  keaneka ragaman pangan lokal akan mengurangi ketergantungan terhadap beras inpor dan mendorong kemandirian ketahanan dan kedaulatan pangan lokal. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.mengidentifikasi perubahan dan kondisi nyata (existing condition) diversifikasi pangan lokal di pulau-pulau kecil propinsi maluku.
b. mengembangkan model revitalisasi diversifikasi pangan lokal berbasis non beras dalam rangka menganti sipasi perubahan iklim global yang berdampak terhadap penurunan produksi pangan di pulau-pulau kecil
c. Mengembangkan strategi pengembangan ketahanan pangan daerah puau-pulau kecilpropinsi maluku
3. Keluaran yang diharapkan
·         Keluaran yang di harapkan dalam tahun yang berjalan  adalah ditemukanya suatu model yang relevan untuk revitalsasi  diversifikasi pangan lokal spesifik lokasi berbasis gugus pulau di pulau-pulau kecil. Model ini diharapkan menjadi materi sosialisasi dan pelajaran diversifikasi pangn lokal di sekolah dan acuan bagi pemerintah daerah dan suasta untuk menyusun blue print  kebijakan percepat pengusahaan, pembangun infrastruktur dan agroindustri pangan di maluku.
·         Kelaran jangka panjang dalam kurun waku 14 tahun yang akandatang (2025) adalah terciptanya sistem ketahanan dan kedaulatan pangan lokal masyarakat pula-pulau kecil di propinsi maluku berbasis sumberdaya lokal, berkelanjutan, beorientasi ekspor dan berdaya saing global.
4.LIngkup dan Rencana Kegiatan
Kegiatan penilitian  ini akan dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap persiapan (pre-entry) dimana peneliti melakukan pertemuan-pertemuan, melakukan desk study, dilanjutkan pra-survai   dengan menggali informasi mengenai kebijakan dan rencana strategis pangan lokal di pejabat pemerintah di tingkat propinsi dan kabupaen. Selanjutnya, peneliti menyusun kuesioner penelitian sebagai alat penutun dalam menggali data dinlapangan . berikut peneliti melai teknisi dan enumerator untuk mengunakan kuesioner dan teknik memanggil di lapangan.
Tahap kedua adalah tahap memasuki lapangan (entry) yakni menyusun kerangka sampling, menyeleksi dan mewawancarai sampel rumatangga dan invorman kunci serta memfasilitas  focus groupdiscusion discussion (FGD) penelitian di desa-desa terpilih tiga kabupaten, dan hasil temuan di tingkat desa an kecamatn akan dipresentasikan di tingkat kecamatan, pada setiap akhir pertemuan diharapkan terwujud kesempatan model diversifikasi pangan yang relevan di tiap lokasi kajian.
Tahap ketiga adalah tahap keluar dari laporan (exsit), yakni mengedit  dan membersihkn data, mengolah dan menganalisis serta menulis laporn kajian. Kemudian , hsil temuan di tingkat kabupaten akan dipresentasikan dlam bentuk FGD       di tingkat provinsi. Beserta FGD adalah perwakiln masyarakat pedesaan yng menjadi diversifikasi  pangan lokal, tokoh agama, adat dan budaya lokal, akademisi dan peneliti, lembaga swadaya masyarakat, pengusaha swasta, pejabat pemerintah daerah dan politisi untuk mendorong legalisasi model revitalisasi diversifikasi pangan lokal secara spesifik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar