Latar Belakang
Aedes Aegypti merupakan faktor utama penyakit demam berdarah dengeu (DBD) dan Chikungunya. Di Indonesia telah dilaporkan semua daerah perkotaan telah ditemukan adanya nyamuk tersebut. Faktor penting bagi penyebaran nyamuk tersebut adalah transportasi dan banyaknya perpindahan penduduk. Spesies Aedes Aegypti merupakan nyamuk yang mempunyai habitat di pemukiman dan habitat stadium pradewasanya pada bejana buatan yang berada di dalam ataupun di luar rumah yang airnya relatif jernih. Di Jakarta, jentik Aedes Aegypti ditemukan di tempat penampungan air seperti vas bunga, tempayan, drum yang terbuat dari plastik ataupun besi, bak mandi bahkan tanah padat yang terdapat pada pot tanaman yang mengeras, dan tempat minum burung.
Berbagai cara pengendalian vektor telah dilakukan, yaitu nyamuk dewasa dengan pengasapan (fogging) dan stadium pradewasa dengan menggunakan bubuk Abate serta pemberantasan nyamuk yang dikenal dengan PSN. PSN merupakan cara yang lebih aman, murah dan sederhana. Oleh sebab itu kebijakan pemerinytah dalam pengendalian vektor DBD menitik bertakan pada program PSN ini, walaupun cara tersebut sangat tergantung pada peran serta masyarakat. Demam berdarah merupakan salah satu penyakit menular yang kini telah menyebar luas dengan angka kesakitan berkisar 14% per 100 penduduk dan CFR 4% sehingga berpotensi untuk menimbulkan kegelisahan dan membuat pamik masyarakat banyak karena menyerang anak-anak golongan umur <15 tahun Banyak usaha pemberantasan nyamuk telah dilakukan oleh pemerintah seperti pengasapan (fogging), penebaran abate (abatisasi) dan PSN. Meskipun demikian angka indeks jentik dan jumlah kasus terus meningkat dan tanpa dukungan dari masyarakat usaha tersebut tidak akan berhasil. Hal ini manarik untuk diteliti, apakah ada perbedaan kepadatan larva pad kelompok abatisasi dengan kelompok tanpa abatisasi. Untuk itu perlu diteliti nilai kepadatan larva nyamuk Aedes pada masing-masing kelompok penelitian dengan memeriksa kontainer yang berisi air. setelah data hasil penelitian diolah dan dianalisa, ternyata diperoleh nilai rata-rata indeks jentik pada kelompok abatisasi yaitu HI 6,015%, CI 4,015% dan BI 7,75% per 100 rumah sedangkan kelompok tanpa abatisasi yaitu HI 22%, CI 12,995% dan BI 26,25% per 100 rumah. Untuk membuktikan apakah ada perbedaan kepadatan larva nyamuk Aedes pada kelompok abatisasi dengan kelompok tanpa abatisasi, perlu diuji secara statistik. Hasil uji statistik membuktikan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kepadatan lerba nyamuk kelompok abatisasi dengan kelompok tanpa abatisasi.
Tujuan Praktikum
Untuk dapat mengetahui struktur – struktur dari jentik nyamuk yang diteliti
Manfaat Praktikum
untuk dapat mengetahui jenis jentik nyamuk dan dapat membedakan jenis jentik nyamuk
Konsep Teori
Aedes sp. mempunyai habitat pada tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, drum air, tempayan, ember, kaleng bekas, vas bunga, botol bekas, potongan bambu, aksila daun dan lubang-lubang yang berisi air jernih. Menurut hasil pengamatan yang dilakukan di Kelurahan Papanggo, Kodya Jakarta Utara khususnya tempat penampungan air (TPA) rumah tangga menunjukkan bahwa TPA yang paling banyak ditemukan jentik dan pupa nyamuk Aedes Aegypti adalah jenis tempayan yang terbuat dari tanah dan drum besar . Kemungkinan penyebabnya adalah karena TPA seperti tempayan mempunyai resiko pecah bila dikuras,selain karena volumenya besar sehingga sulit dikuras. Alasan semacam ini juga berlaku di wilayah lain.
Waktu dan Lokasi Praktikum
Hari/tanggal : Senin , 03 oktober 2011
Waktu : 09.30-12.30 wit
Lokasi :----------------------------------------
Alat dan Bahan
1. Alat
a) Ember.
b) Gayung
c) Pipet
d) Microshcop
e) Cawan petri
f) Kaca preparat
2. Bahan
a. Alkohol
b. Jentik nyamuk
Prosedur Kerja
a. Siapkan alat dan bahan
b. Cari jentik nyamuk menggunakan Ember dan gayung
c. Setelah menemukan jentik nyamuk , ambil jentik nyamuk ambil jentik nyamuk menggunakan pipet dan masukan kedalam cawan petri
d. Pilih jentik nyamuk yang paling besar agar mudah untuk diperiksa dan diteliti dengan microshcop
e. Ambil jentik nyamuk kembali menggunakan pipet dan taruh di kaca preparat dan taruh sedikit alcohol pada jentik nyamuk.
f. setelah itu masukan kaca preparat kedalaam microschcop.
g. dan amati pada microskop dan gambarlah dan tentukan jentik apa yang ada dalam microschop
Hasil Praktikum
Pemantauan jentik dilakukan untuk mengetahui populasi perkembangan nyamuk Aedes Aegypti Sehingga dapat dilakukan upaya untuk memutus mata rantai perkembangan nyamuk Aedes Aegypti dengan ABATE. Dari hasil pemantauan jentik yang telah dilaksanakan kami dapat mengetahui jentik nyamuk yang berada di ember atau bak tersebut. didapatkan hasil bahwa 99 % dari data yang berhasil didapatkan terdapat jentik nyamuk Aedes Aegypti Hal ini menunjukan bahwa populasi jentik nyamuk tinggi. Persentase hasil tersebut masih menunjukan kerentanan terhadap merebaknya kasus DBD.
Aedes Aegypti merupakan faktor utama penyakit demam berdarah dengeu (DBD) dan Chikungunya. Di Indonesia telah dilaporkan semua daerah perkotaan telah ditemukan adanya nyamuk tersebut. Faktor penting bagi penyebaran nyamuk tersebut adalah transportasi dan banyaknya perpindahan penduduk. Spesies Aedes Aegypti merupakan nyamuk yang mempunyai habitat di pemukiman dan habitat stadium pradewasanya pada bejana buatan yang berada di dalam ataupun di luar rumah yang airnya relatif jernih. Di Jakarta, jentik Aedes Aegypti ditemukan di tempat penampungan air seperti vas bunga, tempayan, drum yang terbuat dari plastik ataupun besi, bak mandi bahkan tanah padat yang terdapat pada pot tanaman yang mengeras, dan tempat minum burung.
Berbagai cara pengendalian vektor telah dilakukan, yaitu nyamuk dewasa dengan pengasapan (fogging) dan stadium pradewasa dengan menggunakan bubuk Abate serta pemberantasan nyamuk yang dikenal dengan PSN. PSN merupakan cara yang lebih aman, murah dan sederhana. Oleh sebab itu kebijakan pemerinytah dalam pengendalian vektor DBD menitik bertakan pada program PSN ini, walaupun cara tersebut sangat tergantung pada peran serta masyarakat. Demam berdarah merupakan salah satu penyakit menular yang kini telah menyebar luas dengan angka kesakitan berkisar 14% per 100 penduduk dan CFR 4% sehingga berpotensi untuk menimbulkan kegelisahan dan membuat pamik masyarakat banyak karena menyerang anak-anak golongan umur <15 tahun Banyak usaha pemberantasan nyamuk telah dilakukan oleh pemerintah seperti pengasapan (fogging), penebaran abate (abatisasi) dan PSN. Meskipun demikian angka indeks jentik dan jumlah kasus terus meningkat dan tanpa dukungan dari masyarakat usaha tersebut tidak akan berhasil. Hal ini manarik untuk diteliti, apakah ada perbedaan kepadatan larva pad kelompok abatisasi dengan kelompok tanpa abatisasi. Untuk itu perlu diteliti nilai kepadatan larva nyamuk Aedes pada masing-masing kelompok penelitian dengan memeriksa kontainer yang berisi air. setelah data hasil penelitian diolah dan dianalisa, ternyata diperoleh nilai rata-rata indeks jentik pada kelompok abatisasi yaitu HI 6,015%, CI 4,015% dan BI 7,75% per 100 rumah sedangkan kelompok tanpa abatisasi yaitu HI 22%, CI 12,995% dan BI 26,25% per 100 rumah. Untuk membuktikan apakah ada perbedaan kepadatan larva nyamuk Aedes pada kelompok abatisasi dengan kelompok tanpa abatisasi, perlu diuji secara statistik. Hasil uji statistik membuktikan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kepadatan lerba nyamuk kelompok abatisasi dengan kelompok tanpa abatisasi.
Tujuan Praktikum
Untuk dapat mengetahui struktur – struktur dari jentik nyamuk yang diteliti
Manfaat Praktikum
untuk dapat mengetahui jenis jentik nyamuk dan dapat membedakan jenis jentik nyamuk
Konsep Teori
Aedes sp. mempunyai habitat pada tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, drum air, tempayan, ember, kaleng bekas, vas bunga, botol bekas, potongan bambu, aksila daun dan lubang-lubang yang berisi air jernih. Menurut hasil pengamatan yang dilakukan di Kelurahan Papanggo, Kodya Jakarta Utara khususnya tempat penampungan air (TPA) rumah tangga menunjukkan bahwa TPA yang paling banyak ditemukan jentik dan pupa nyamuk Aedes Aegypti adalah jenis tempayan yang terbuat dari tanah dan drum besar . Kemungkinan penyebabnya adalah karena TPA seperti tempayan mempunyai resiko pecah bila dikuras,selain karena volumenya besar sehingga sulit dikuras. Alasan semacam ini juga berlaku di wilayah lain.
Waktu dan Lokasi Praktikum
Hari/tanggal : Senin , 03 oktober 2011
Waktu : 09.30-12.30 wit
Lokasi :----------------------------------------
Alat dan Bahan
1. Alat
a) Ember.
b) Gayung
c) Pipet
d) Microshcop
e) Cawan petri
f) Kaca preparat
2. Bahan
a. Alkohol
b. Jentik nyamuk
Prosedur Kerja
a. Siapkan alat dan bahan
b. Cari jentik nyamuk menggunakan Ember dan gayung
c. Setelah menemukan jentik nyamuk , ambil jentik nyamuk ambil jentik nyamuk menggunakan pipet dan masukan kedalam cawan petri
d. Pilih jentik nyamuk yang paling besar agar mudah untuk diperiksa dan diteliti dengan microshcop
e. Ambil jentik nyamuk kembali menggunakan pipet dan taruh di kaca preparat dan taruh sedikit alcohol pada jentik nyamuk.
f. setelah itu masukan kaca preparat kedalaam microschcop.
g. dan amati pada microskop dan gambarlah dan tentukan jentik apa yang ada dalam microschop
Hasil Praktikum
Pemantauan jentik dilakukan untuk mengetahui populasi perkembangan nyamuk Aedes Aegypti Sehingga dapat dilakukan upaya untuk memutus mata rantai perkembangan nyamuk Aedes Aegypti dengan ABATE. Dari hasil pemantauan jentik yang telah dilaksanakan kami dapat mengetahui jentik nyamuk yang berada di ember atau bak tersebut. didapatkan hasil bahwa 99 % dari data yang berhasil didapatkan terdapat jentik nyamuk Aedes Aegypti Hal ini menunjukan bahwa populasi jentik nyamuk tinggi. Persentase hasil tersebut masih menunjukan kerentanan terhadap merebaknya kasus DBD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar