Pengertian dan jenis Patologi Birokrasi, Fungsi Dan Penerapannya Pengertian Birokrasi Menurut Max Weber Birokrasi ialah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya. Weber memandang birokrasi sebagai arti umum, luas, serta merupakan tipe birokrasi yang rasional. Menurut weber, proses semacam ini bukan menunjukkan objektivitas dari esensi birokrasi, dan bukan pula mampu menghasilkan suatu deskripsi yang benar dari konsep birokrasi secara keseluruhan, tetapi hanya sebagai suatu konstruksi yang bisa menjawab suatu masalah tertentu pada kondisi waktu dan tempat tertentu. Menurut weber tpe ideal birokrasi yang rasional itu dilakukan dalam cara-cara sebagai berikut:
- Pejabat secara rasional bebas, tetapi dibatasi oleh jabatannya
- Jabatan disusun oleh tingkat hierarki dari atas ke bawah dan kesamping dengan konsekuensinya berupa perbedaan kekuasaan.
- Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda satu sama lain
- Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan.
- Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya
- Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun.
- Terdapat struktur pengembangan karieryang jelas
- Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya untuk kepentingan pribadi
- Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin. (Weber, 1978 dan Albrow, 1970)
Birokrasi dan Fungsi Pelayanan
Pemerintah beserta seluruh jajaran aparatur birokrasi bukanlah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan pembangunan nasional, tetapi merupakan kenyataan bahwa peranan pemerintah dan jajarannya bersifat dominan. Diantaranya berbagai satuan kerja yang terdapat dalam lingkungan pemerintahan, terdapat pembagian tugas yang pada umumnya didasarkan pada prinsip fungsionalisasi. Fungsionalisasi berarti bahwa setiap instansi pemerintah berperan selaku penanggung jawab utama atas terselenggaranya fungsi tertentu, dan perlu bekerja secara terkoordinasi dengan instansi lain. Setiap instansi pemerintah mempunyai “kelompok pelanggan” dimana kepuasan kelompok ini harus dijamin oleh birokrasi pemerintahan, antara lain kelompok masyarakat yang memerlukan pelayanan di bidang pendidikan dan pengajaran dilayani oleh instansi yang secara funsional menangani bidan pendidikan dan pengajaran, dan sebagainya.
Birokrasi dan Fungsi pengaturan
Fungsi pengaturan terselenggara dengan efektif karena kepada suatu pemerintahan negara diberi wewenang untuk melaksanakan berbagai peraturan perundang-undangan yang ditentukan oleh lembaga legislatif melalui berbagai ketentuan pelaksanaan dan kebijaksanaan. Pada dasarnya seringkali aparatur pemerintah bekerja berdasarkan pendekatan legalistic. Pendekatan tersebut antara lain bahwa dalam menghadapi permasalahan, pemecahan yang dilakukan dengan mengeluarkan ketentuan normatif dan formal, misalnya peraturan dan berbagaiperaturan pelaksanaannya. Menurut Peter Al Blau dan Charles H.Page dalam Bintoro, birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Birokrasi adalah tipe organisasi yang bertujuan mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengoordinasikan secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang.
Patologi birokrasi
Berbagai perkiraan mengenai masa depan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memberikan petunjuk bahwa tantangan yang akan dihadapi oleh Birokrasi Pemerintah di masa depan akan semakin besar, baik dalam bentuk dan jenisnya, maupun intensitasnya. Mengenai penanganan patologi birokrasi dan terapinya, berarti agar seluruh birokrasi pemerintahan negara mampu menghadapi berbagai tantangan yang mungkin timbul, baik yang sifatnya politis, ekonomis, sosio-kultural, dan teknologikal. Berbagai penyimpangan yang dilakukan para birokratperlu diidentifikasikan untuk dicari terapi yang paling efektif, sehingga patologi demokrasi dapat dikategorikan dalam kelompok-kelompok tertentu.
Birokrasi pemerintahan dan Perilaku Birokrasi di Indonesia
1 Masa Lalu
Kondisi birokrasi pemerintahan Indonesia di era orde baru merupakan perpaduan antara karakteristik birokrasi modern yang legal-rasional dengan karakteristik birokrasi yang berakar dalam sejarah seperti terdapatnya posisi seseorang yang tidak sesuai dengan keahliannya. Birokrasi Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dari faktor historis tersebut disebut sebagai “Birokrasi Patrimonial” sebagai warisan budaya masa lampau Priyo budi santoso menyebut model teoritis untuk memahami karakteristik politik dan birokrasi Indonesia khususnya pada masa Orde Baru guna melengkapi konsep birokrasi patrimonial tersebut yang disebut dengan model bureaucratic-polity (politik birokrasi). Karl D Jackson menjelaskan sebagai berikut :
Politik birokrasi adalah suatu sistem politik di mana kekuasaan dan partisipasi politik dalam pengambilan keputusan terbatas sepenuhnya pada para penguasa negara, terutama para perwira militer dan pejabat tinggi birokrasi, termasuk khususnya para ahli berpendidikan tinggi yag terkenal sebagai teknokrat, dalam hal ini militer dan birokrasi tidak bertanggung jawab kepada kekuatan-kekuatan politik lain seperti partai-partai politik, kelompok-kelpompok kepentingan, atau organisasi kemasyarakatan. Berbagai tindakan didesain untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah yang berasal dari dalam elit itu sendiri tanpa banyak memerlukan partisipasi atau mobilisasi massa. Kekuasaan tidak dilibatkan oleh artikulasi kepentingan sosial dan geografi di sekitar masyarakat Secara lebih sempit, Harold crouch mencatat bahwa bureaucratic-polity di Indonesia mengandung tiga ciri utama, yaitu lembaga politik yang dominan adalah birokrasi, lembaga-lembaga politik lainnya seperti parlemen, partai politik, dan kelompok-kelompok kepentingan berada dalam keadaan lemah sehingga tidak mampu mengimbangi atau mengontrol kekuatan birokrasi, serta massa di luar birokrasi secara politik dan ekonomis adalah pasif, yang sebagian adalah merupakan kelemahan parpol dan secara timbal balik menguatkan birokrasi.
2 Masa Kini
Seymour Martin Lipset dalam Miftah Thoha, mengatakan bahwa komponen pembangunan ekonomi salah satunya adalah industrialisasi. Semula masyarakatnya bersifat agraris serta serba manual dan kemudian pelan-pelan atau cepat akan mengarah ke tatanan masyarakat yang industriali Salah satu ciri yang menonjol adalah gerak yang dinamis yang mempengaruhi struktur dan mekanisme kerja birokrasi di Indonesia yang disertai oleh sikap kritis masyarakat sebagai akibat meningkatnya tingkat pendidikan. Menurut Miftah Thoha, gerak dinamis dan sikap kritis tersebut mempengaruhi kualitas hidup suatu bangsa. Masyarakat akan menuntut demokratisasi di segala bidang termasuk pelayanan dan sistem birokrasi pemerintah dimana kejahatan konvensional yang sangat mengganggu ekonomi nasional adalah korupsi. Menurut Afan Gafar, kebijakan publik di Indonesia mewajibkan rakyat untuk ikut terlibat didalamnya, sehingga masyarakat dapat mengeluh hingga berbuat anarkis, minimal dengan cara demonstrasi di jalan.
3 Masa Depan
Model birokrasi yang ideal bukan bertumpu pada kultur semata, tetapi juga bertumpu pada profesionalisme birokrasi terutama aparat birokrasinya. Profesionalisme birokrasi ini terfokus pada adanya perjenjangan struktur secara tertib dengan pendelegasian wewenang , posisi jabatan dengan tugas-tugas, dan aturan-aturan yang jelas, serta tersedianya personel yang memiliki kecakapan dan kredibilitas yang memadai dalam bidang tugasnya.
Menurut Akhmad Setiawan, birokrasi di Indonesia tergolong birokrasi yang tidak bebas berpoliti Hal ini tercermin dalam birokrasi yang sulit untuk tidak terlibat politik sementara ciri patrimonial masih melekat. Hal inilah yang menjadikan keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan menjadi lebih terlihat.
Birokrasi pemerintahan yang ideal tercipta ketika karakter birokrasi ideal terpenuhi, yaitu birokrasi yang terstruktur baik, tidak adanya jabatan yang inefisien, aturan yang jelas, personel yang cakap, birokrasi yang apolitis, dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.
Masalah Birokrasi
Pemerintahan sebagai pilar utama penyelenggara negara semakin dihadapkan pada kompleksitas global, sehingga perannya harus mampu dan cermat serta proaktif mengakomodasi segala bentuk perubahan. Kondisi tersebut sangat memungkinkan karena aparatur berada pada posisi sebagai perumus dan penentu daya kebijakan, serta sebagai pelaksana dari segala peraturan. Sementara itu, kondisi objektif dari iklim kerja aparatur selama ini masih dipengaruhi oleh teori atau model birokrasi klasik yang diperkenalkan oleh Taylor, Wilson, Weber, Gullick, dan Urwick, yaitu (i) struktur, (ii) hierarki, (iii) otoritas, (iv) dikotomi kebijakan administrasi rantai pemerintah, dan (v) sentralisasiMeskipun model tersebut memaksimumkan nilai efisiensi dan efektifitas ekonomi, namun pada kenyataannya teori tersebut tidak dapat memberikan jawaban secara faktual sesuai dengan banyak temuan penelitian di berbagai tempat.
Teori birokrasi tersebut telah menimbulkan berbagai implikasi negatif yang sangat terkait dengan gejala sebagai berikut:
Pemerintah beserta seluruh jajaran aparatur birokrasi bukanlah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan pembangunan nasional, tetapi merupakan kenyataan bahwa peranan pemerintah dan jajarannya bersifat dominan. Diantaranya berbagai satuan kerja yang terdapat dalam lingkungan pemerintahan, terdapat pembagian tugas yang pada umumnya didasarkan pada prinsip fungsionalisasi. Fungsionalisasi berarti bahwa setiap instansi pemerintah berperan selaku penanggung jawab utama atas terselenggaranya fungsi tertentu, dan perlu bekerja secara terkoordinasi dengan instansi lain. Setiap instansi pemerintah mempunyai “kelompok pelanggan” dimana kepuasan kelompok ini harus dijamin oleh birokrasi pemerintahan, antara lain kelompok masyarakat yang memerlukan pelayanan di bidang pendidikan dan pengajaran dilayani oleh instansi yang secara funsional menangani bidan pendidikan dan pengajaran, dan sebagainya.
Birokrasi dan Fungsi pengaturan
Fungsi pengaturan terselenggara dengan efektif karena kepada suatu pemerintahan negara diberi wewenang untuk melaksanakan berbagai peraturan perundang-undangan yang ditentukan oleh lembaga legislatif melalui berbagai ketentuan pelaksanaan dan kebijaksanaan. Pada dasarnya seringkali aparatur pemerintah bekerja berdasarkan pendekatan legalistic. Pendekatan tersebut antara lain bahwa dalam menghadapi permasalahan, pemecahan yang dilakukan dengan mengeluarkan ketentuan normatif dan formal, misalnya peraturan dan berbagaiperaturan pelaksanaannya. Menurut Peter Al Blau dan Charles H.Page dalam Bintoro, birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Birokrasi adalah tipe organisasi yang bertujuan mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengoordinasikan secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang.
Patologi birokrasi
Berbagai perkiraan mengenai masa depan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memberikan petunjuk bahwa tantangan yang akan dihadapi oleh Birokrasi Pemerintah di masa depan akan semakin besar, baik dalam bentuk dan jenisnya, maupun intensitasnya. Mengenai penanganan patologi birokrasi dan terapinya, berarti agar seluruh birokrasi pemerintahan negara mampu menghadapi berbagai tantangan yang mungkin timbul, baik yang sifatnya politis, ekonomis, sosio-kultural, dan teknologikal. Berbagai penyimpangan yang dilakukan para birokratperlu diidentifikasikan untuk dicari terapi yang paling efektif, sehingga patologi demokrasi dapat dikategorikan dalam kelompok-kelompok tertentu.
Birokrasi pemerintahan dan Perilaku Birokrasi di Indonesia
1 Masa Lalu
Kondisi birokrasi pemerintahan Indonesia di era orde baru merupakan perpaduan antara karakteristik birokrasi modern yang legal-rasional dengan karakteristik birokrasi yang berakar dalam sejarah seperti terdapatnya posisi seseorang yang tidak sesuai dengan keahliannya. Birokrasi Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dari faktor historis tersebut disebut sebagai “Birokrasi Patrimonial” sebagai warisan budaya masa lampau Priyo budi santoso menyebut model teoritis untuk memahami karakteristik politik dan birokrasi Indonesia khususnya pada masa Orde Baru guna melengkapi konsep birokrasi patrimonial tersebut yang disebut dengan model bureaucratic-polity (politik birokrasi). Karl D Jackson menjelaskan sebagai berikut :
Politik birokrasi adalah suatu sistem politik di mana kekuasaan dan partisipasi politik dalam pengambilan keputusan terbatas sepenuhnya pada para penguasa negara, terutama para perwira militer dan pejabat tinggi birokrasi, termasuk khususnya para ahli berpendidikan tinggi yag terkenal sebagai teknokrat, dalam hal ini militer dan birokrasi tidak bertanggung jawab kepada kekuatan-kekuatan politik lain seperti partai-partai politik, kelompok-kelpompok kepentingan, atau organisasi kemasyarakatan. Berbagai tindakan didesain untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah yang berasal dari dalam elit itu sendiri tanpa banyak memerlukan partisipasi atau mobilisasi massa. Kekuasaan tidak dilibatkan oleh artikulasi kepentingan sosial dan geografi di sekitar masyarakat Secara lebih sempit, Harold crouch mencatat bahwa bureaucratic-polity di Indonesia mengandung tiga ciri utama, yaitu lembaga politik yang dominan adalah birokrasi, lembaga-lembaga politik lainnya seperti parlemen, partai politik, dan kelompok-kelompok kepentingan berada dalam keadaan lemah sehingga tidak mampu mengimbangi atau mengontrol kekuatan birokrasi, serta massa di luar birokrasi secara politik dan ekonomis adalah pasif, yang sebagian adalah merupakan kelemahan parpol dan secara timbal balik menguatkan birokrasi.
2 Masa Kini
Seymour Martin Lipset dalam Miftah Thoha, mengatakan bahwa komponen pembangunan ekonomi salah satunya adalah industrialisasi. Semula masyarakatnya bersifat agraris serta serba manual dan kemudian pelan-pelan atau cepat akan mengarah ke tatanan masyarakat yang industriali Salah satu ciri yang menonjol adalah gerak yang dinamis yang mempengaruhi struktur dan mekanisme kerja birokrasi di Indonesia yang disertai oleh sikap kritis masyarakat sebagai akibat meningkatnya tingkat pendidikan. Menurut Miftah Thoha, gerak dinamis dan sikap kritis tersebut mempengaruhi kualitas hidup suatu bangsa. Masyarakat akan menuntut demokratisasi di segala bidang termasuk pelayanan dan sistem birokrasi pemerintah dimana kejahatan konvensional yang sangat mengganggu ekonomi nasional adalah korupsi. Menurut Afan Gafar, kebijakan publik di Indonesia mewajibkan rakyat untuk ikut terlibat didalamnya, sehingga masyarakat dapat mengeluh hingga berbuat anarkis, minimal dengan cara demonstrasi di jalan.
3 Masa Depan
Model birokrasi yang ideal bukan bertumpu pada kultur semata, tetapi juga bertumpu pada profesionalisme birokrasi terutama aparat birokrasinya. Profesionalisme birokrasi ini terfokus pada adanya perjenjangan struktur secara tertib dengan pendelegasian wewenang , posisi jabatan dengan tugas-tugas, dan aturan-aturan yang jelas, serta tersedianya personel yang memiliki kecakapan dan kredibilitas yang memadai dalam bidang tugasnya.
Menurut Akhmad Setiawan, birokrasi di Indonesia tergolong birokrasi yang tidak bebas berpoliti Hal ini tercermin dalam birokrasi yang sulit untuk tidak terlibat politik sementara ciri patrimonial masih melekat. Hal inilah yang menjadikan keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan menjadi lebih terlihat.
Birokrasi pemerintahan yang ideal tercipta ketika karakter birokrasi ideal terpenuhi, yaitu birokrasi yang terstruktur baik, tidak adanya jabatan yang inefisien, aturan yang jelas, personel yang cakap, birokrasi yang apolitis, dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.
Masalah Birokrasi
Pemerintahan sebagai pilar utama penyelenggara negara semakin dihadapkan pada kompleksitas global, sehingga perannya harus mampu dan cermat serta proaktif mengakomodasi segala bentuk perubahan. Kondisi tersebut sangat memungkinkan karena aparatur berada pada posisi sebagai perumus dan penentu daya kebijakan, serta sebagai pelaksana dari segala peraturan. Sementara itu, kondisi objektif dari iklim kerja aparatur selama ini masih dipengaruhi oleh teori atau model birokrasi klasik yang diperkenalkan oleh Taylor, Wilson, Weber, Gullick, dan Urwick, yaitu (i) struktur, (ii) hierarki, (iii) otoritas, (iv) dikotomi kebijakan administrasi rantai pemerintah, dan (v) sentralisasiMeskipun model tersebut memaksimumkan nilai efisiensi dan efektifitas ekonomi, namun pada kenyataannya teori tersebut tidak dapat memberikan jawaban secara faktual sesuai dengan banyak temuan penelitian di berbagai tempat.
Teori birokrasi tersebut telah menimbulkan berbagai implikasi negatif yang sangat terkait dengan gejala sebagai berikut:
- Smith, menyebutkan Inmobilism-inability to function, adalah kenyataan yang terkait dengan adanya hambatan dan ketidakmampuan menjalankan fungsi secara efektif.
- E. bardock, mengemukakan gejala kelemahan adalah tekonisme, yaitu kecenderungan sikap administratoryang menyatakan mendukung suatu kebijaksanaan dari atas secara terbuka tetapi sebenarnya hanya melakukan sedikit sekali partisipasi dalam pelaksanaannya. Partisipasi yang sangat kecil tersebut dapat pula berbentuk procrastination, yaitu bentuk partisipasi dengan penurunan mutu atau kualitas pelayanan. kelemahan lain adalah koordinasi yang dapat menimbulkan kelebihan (surpluses) maupun kekurangan (shortages) Kelemahan lain adalah kebocoran dalam kewenangan (linkage of authority), yaitu kebijaksanaan pimpinan ditafsirkan dan diteruskan oleh pembantu pimpinan secara berlainan dalam arus perintah pada bawahan sesuai dengan pertimbangannya sendiri.
Selain itu terdapat juga gejala resistance,baik secara terang-terangan maupun tersembunyi oleh aparat dalam menjalankan tugas-tugas kedinasan Birokrasi harus dihindarkan dari rancangan pihak-pihak yang tidak menghiraukan kepentingan publik untuk menjadikannya sebagai power center karena dapat mengancam potensi masyarakat.
Birokrasi Dalam hal patologi demokrasi dapat dikategorikan dalam lima kelompok, yaitu :
Birokrasi Dalam hal patologi demokrasi dapat dikategorikan dalam lima kelompok, yaitu :
- Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial para pejabat di lingkungan birokrasi, contohnya : Penyalahgunaan wewenang dan jabatan ,Penguburan masalah ,Menerima sogok atau suap Pertentangan kepentingan ,kecenderungan mempertahankan status quo / ketakutan pada perubahan Arogansi dan intimidasi ,Kredibilitas relatif rendah / nepotisme Paranoia dan otoriter astigmatisme
- Patologi yang disebabkan karna kurang / rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional. Artinya, rendahnya produktivitas kerja dan mutu pelayanan tidak semata-mata disebabkan oleh tindakan dan perilakuyang disfungsional, tetapi juga karena tingkat pengetahuan dan keteramplan yang tidak sesuai dengan tuntutan tugas yang diemban.
- Patologi yang timbul karena tindakan para anggota birokrasi yang melanggar norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang digolongkan dalam melanggar tindakan hukum, antara lain : Menerima sogok / suap, Korupsi, dan Tata buku yang tidak benar
- Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrasi yang bersifat disfungsional / negative, yaitu bertindak sewenang-wenang dan melalaikan tugas.
- Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai analisis dalam lingkungan pemerintahan.
Pemahaman patologi birokrasi secara tepat memerlukan analisis mendalam mengenai konfigurasi birokrasi tersebut yang akan terlihat dalam berbagai situasi internal yang dapat berakibat negatif terhadap birokrasi yang bersangkutan, antara lain :
- penempatan tujuan dan sasaran yang tidak tepat
- eksploitasi
- tidak tanggap
- motivasi yang tidak tepat
- kekuasaan kepemimpinan
- beban kerja yang terlalu berat
- perubahan sikap yang mendadak.
Upaya Penanggulangan Patologi Demokrasi
1 Paradigma Birokrasi yang Ideal.
Kelembagaan Birokrasi pemerintahan merupakan organisasi yang paling besar di setiap negara yang ditentukan oleh berbagai faktor, seperti komplekksitas fungsi yang harus diselenggarakan, besarnya tenaga kerja yang digunakan, besarnya anggaran yang dikelola, beraneka ragamnya sarana dan prasarana yang dikasai serta dimanfaatkan, serta luasnya wilayah kerja yang meliputi seluruh wilayah kekuasaan negara yang bersangkutan, sehingga birokrasi pemerintahan perlu selalu berusahaagar seluruh organisasi birokrasi itu dikelola berdasarkan prinsip-prinsip organisasi. Manajemen Sumber Daya Manusia
Adapun langkah-langkah yang dapat diambil, terdiri dari perencanaan, rekruitmen, seleksi, penembapatan sementara, penempatan tetap, penentuan sistem imbalan, perencanaan dan pembinaan karier, peningkatan pengetahuan dan keterampilan, pemutusan hubungan kerja, pensiunan, dan audit kepegawaian.
Pengembangan Sistem Kerja
Pengembangan sistem kerja harus diarahkan pada hilangnya persepsi negatif mengenai birokrasiPengembangan sistem kerja harus didsarkanpada pendekatan kesisteman yang berarti bahwa struktur apapun yang digunakan, semuanya harus tetapterwujud dalam kesatuan gerak dan langkah. Artinya, seluruh birokrasi bergerak sebagai satu kesatuan yang dapat diwujudkan apabila pengembangan sistem kerja birokrasi dapat ditujukan pada seluruh langkah yang ditempuh dalam proses administrasi negara.
Pengembangan citra birokrasi yang positif Citra birokrasi umumnya bersifat negatif, sehingga nilai-nilai loyalitas, kejujuran, semangat pengabdian, disiplin kerja, mendahulukan kepentingan bangsa diatas kepentingan sendiri, tidak memperhitungkan untung rugi dalam pelaksanaan tugas, kesediaan berkorban, dan dedikasi, harus selalu ditekankan untuk dijunjung tinggi.
Beberapa cara yang dapat menghilangkan citra negatif, yaitu :
Mendorong proses demokrasi dalam masyarakat, antara lain dalam bentuk peningkatan pengawasan sosial agar penyimpangan oleh para anggota birokrasi semakin berkurang.
Mengurangi campur tangan birokrasi dalam berbagai kegiatan-kegiatan dalam masyarakat yang semakin maju, merupakan porsi masyarakat untuk menyelenggarakannya.
Menggunakan setiap kesempatan untuk menumbuhkan persepsi mengenai pentingnya orientasi pelayanan, bukan orientasi kekuasaan, dalam berpikir dan bertindak.
Mengharuskan para pejabat tinggi membuat pernyataan mengenai kekayaan pada waktu mulai menjabat.
2. Reformasi Birokrasi Menuju Pemerintahan yang Bersih, Kuat, dan Berwibawa
Selama kedudukan dominan berada di tangan birokrat, maka tidak menutup kemungkinan terjadinya kolusi atau penyalahgunaan wewenang untuk setiap urusan / keperluan. Birokrasi pemerintahan yang semakin kuat dan menentukan cenderung melakukan penyalahgunaan jabatan, wewenang, dan kekuasaan. Selama kekuasaan legislatif dan judikatif berada dibawah penguasa sebab peran kepela eksekutif sangat mempengaruhi kedudukan, jabatan, dan posisi di kedua lembaga tersebut. Lembaga legislatif tidak dapat melakukan fungsi pengawasan secara efektif karena eksekutif lebih kuat daripada legislatif sedangkan lembaga judikatif tidak kuat dan tidak independen karena adanya campur tangan dari kepala eksekutif Dengan demikian, pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen menjadi terabaikan sebab lemahnya fungsi kontrol legislatif. Berdasarkan hal tersebut, sistem ketatanegaraan yang perlu direformasi adalah mencakup bidang politik, ekonomi, dan hukum pada tataran sistem, serta reformasi bidang moral intelektual dan sosial budaya pada tataran karakter. Di bidang politik, perubahan itu berkenaan dengan penyempurnaan undang-undang pemilihan umum partai politik, susunan dan kedudukan anggota DPR, MPR,dan DPRD, serta kebebasan mengeluarkan pendapat. Di bidang ekonomi, diperlukan undang-undang anti monopoli, perlindungan konsumen, serta perbaikan terhadap undang-undang ketenagakerjaan Bidang hukum, diperlukan undang-undang tentang HAM dan bela negara. Sedangkan dalam tatanan karakter, perlu dibuat undang-undang etika pemerintahan dan menegakkan law enforcement . Selain itu, peran birokrasi juga harus dikembangkan kepada prinsip pelayanan yang cepat dan tepat, efisien, dan efektif. Pemerintah juga dituntut untut untuk memprioritaskan pembenahan sistem yang menyangkut kelembagaan dan sistem pendukung lainnya. Fungsi birokrasi termasuk aparatur negara hendaknya bisa sebagai penyelesai masalah (a world of solution) I serta menghindarkan diri dari sumber masalah (source of problem)
Istilah yang dikaitkan dengan birokrasi pemerintah yang bersih, kuat, dan berwibawa, terciptanya efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan negara, pemerintahan, dan pembangunan, adalah efisien, yaitu mengedepankan kemampuan tinggi dalam mengoptimalkan pemanfaatan segala sumber dana yang tersedia, efektif, yaitu mengacu pada pencapaian sasaran yang telah ditentukan dengan perhitungan waktu yang tepat, bersih, yaitu sikap tingkah laku aparat yang dapat dipertanggungjawabkan,kuat, yaitu pemerintah yang memperoleh dukungan serta berakar pada rakyat, dan berwibawa, yaitu cekatan melaksanakan tugas melayani kepentingan umum.Dengan demikian, apa yang dimaksud dengan pemerintahan yang bersih, kuat, dan berwibawa adalah menyangkut cara atau hal urusan pemerintah menyelenggarakan sistem pemerintahan menurut konstitusi, hukum, dan etika; kelembagaannya tertata secara efisien dan saling mengawasi; mampu memberdayakan partisipasi masyarakat dan profesionalisme yang dijalankan melalui kepemimpinan demokratis yang berkapasitas tinggi
1 Paradigma Birokrasi yang Ideal.
Kelembagaan Birokrasi pemerintahan merupakan organisasi yang paling besar di setiap negara yang ditentukan oleh berbagai faktor, seperti komplekksitas fungsi yang harus diselenggarakan, besarnya tenaga kerja yang digunakan, besarnya anggaran yang dikelola, beraneka ragamnya sarana dan prasarana yang dikasai serta dimanfaatkan, serta luasnya wilayah kerja yang meliputi seluruh wilayah kekuasaan negara yang bersangkutan, sehingga birokrasi pemerintahan perlu selalu berusahaagar seluruh organisasi birokrasi itu dikelola berdasarkan prinsip-prinsip organisasi. Manajemen Sumber Daya Manusia
Adapun langkah-langkah yang dapat diambil, terdiri dari perencanaan, rekruitmen, seleksi, penembapatan sementara, penempatan tetap, penentuan sistem imbalan, perencanaan dan pembinaan karier, peningkatan pengetahuan dan keterampilan, pemutusan hubungan kerja, pensiunan, dan audit kepegawaian.
Pengembangan Sistem Kerja
Pengembangan sistem kerja harus diarahkan pada hilangnya persepsi negatif mengenai birokrasiPengembangan sistem kerja harus didsarkanpada pendekatan kesisteman yang berarti bahwa struktur apapun yang digunakan, semuanya harus tetapterwujud dalam kesatuan gerak dan langkah. Artinya, seluruh birokrasi bergerak sebagai satu kesatuan yang dapat diwujudkan apabila pengembangan sistem kerja birokrasi dapat ditujukan pada seluruh langkah yang ditempuh dalam proses administrasi negara.
Pengembangan citra birokrasi yang positif Citra birokrasi umumnya bersifat negatif, sehingga nilai-nilai loyalitas, kejujuran, semangat pengabdian, disiplin kerja, mendahulukan kepentingan bangsa diatas kepentingan sendiri, tidak memperhitungkan untung rugi dalam pelaksanaan tugas, kesediaan berkorban, dan dedikasi, harus selalu ditekankan untuk dijunjung tinggi.
Beberapa cara yang dapat menghilangkan citra negatif, yaitu :
Mendorong proses demokrasi dalam masyarakat, antara lain dalam bentuk peningkatan pengawasan sosial agar penyimpangan oleh para anggota birokrasi semakin berkurang.
Mengurangi campur tangan birokrasi dalam berbagai kegiatan-kegiatan dalam masyarakat yang semakin maju, merupakan porsi masyarakat untuk menyelenggarakannya.
Menggunakan setiap kesempatan untuk menumbuhkan persepsi mengenai pentingnya orientasi pelayanan, bukan orientasi kekuasaan, dalam berpikir dan bertindak.
Mengharuskan para pejabat tinggi membuat pernyataan mengenai kekayaan pada waktu mulai menjabat.
2. Reformasi Birokrasi Menuju Pemerintahan yang Bersih, Kuat, dan Berwibawa
Selama kedudukan dominan berada di tangan birokrat, maka tidak menutup kemungkinan terjadinya kolusi atau penyalahgunaan wewenang untuk setiap urusan / keperluan. Birokrasi pemerintahan yang semakin kuat dan menentukan cenderung melakukan penyalahgunaan jabatan, wewenang, dan kekuasaan. Selama kekuasaan legislatif dan judikatif berada dibawah penguasa sebab peran kepela eksekutif sangat mempengaruhi kedudukan, jabatan, dan posisi di kedua lembaga tersebut. Lembaga legislatif tidak dapat melakukan fungsi pengawasan secara efektif karena eksekutif lebih kuat daripada legislatif sedangkan lembaga judikatif tidak kuat dan tidak independen karena adanya campur tangan dari kepala eksekutif Dengan demikian, pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen menjadi terabaikan sebab lemahnya fungsi kontrol legislatif. Berdasarkan hal tersebut, sistem ketatanegaraan yang perlu direformasi adalah mencakup bidang politik, ekonomi, dan hukum pada tataran sistem, serta reformasi bidang moral intelektual dan sosial budaya pada tataran karakter. Di bidang politik, perubahan itu berkenaan dengan penyempurnaan undang-undang pemilihan umum partai politik, susunan dan kedudukan anggota DPR, MPR,dan DPRD, serta kebebasan mengeluarkan pendapat. Di bidang ekonomi, diperlukan undang-undang anti monopoli, perlindungan konsumen, serta perbaikan terhadap undang-undang ketenagakerjaan Bidang hukum, diperlukan undang-undang tentang HAM dan bela negara. Sedangkan dalam tatanan karakter, perlu dibuat undang-undang etika pemerintahan dan menegakkan law enforcement . Selain itu, peran birokrasi juga harus dikembangkan kepada prinsip pelayanan yang cepat dan tepat, efisien, dan efektif. Pemerintah juga dituntut untut untuk memprioritaskan pembenahan sistem yang menyangkut kelembagaan dan sistem pendukung lainnya. Fungsi birokrasi termasuk aparatur negara hendaknya bisa sebagai penyelesai masalah (a world of solution) I serta menghindarkan diri dari sumber masalah (source of problem)
Istilah yang dikaitkan dengan birokrasi pemerintah yang bersih, kuat, dan berwibawa, terciptanya efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan negara, pemerintahan, dan pembangunan, adalah efisien, yaitu mengedepankan kemampuan tinggi dalam mengoptimalkan pemanfaatan segala sumber dana yang tersedia, efektif, yaitu mengacu pada pencapaian sasaran yang telah ditentukan dengan perhitungan waktu yang tepat, bersih, yaitu sikap tingkah laku aparat yang dapat dipertanggungjawabkan,kuat, yaitu pemerintah yang memperoleh dukungan serta berakar pada rakyat, dan berwibawa, yaitu cekatan melaksanakan tugas melayani kepentingan umum.Dengan demikian, apa yang dimaksud dengan pemerintahan yang bersih, kuat, dan berwibawa adalah menyangkut cara atau hal urusan pemerintah menyelenggarakan sistem pemerintahan menurut konstitusi, hukum, dan etika; kelembagaannya tertata secara efisien dan saling mengawasi; mampu memberdayakan partisipasi masyarakat dan profesionalisme yang dijalankan melalui kepemimpinan demokratis yang berkapasitas tinggi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar