Cara Menyusui
Cara menyusui, yaitu : ibu harus bergantian diantara dua payudara. Namun, satu payudara harus disusukan sampai dianggap habis ASI nya, kemudian kepayudara yang lain. Bila payudara pertama yang disusui masih ada, hendaknya dikeluarkan dengan memasase payudara ke arah puting susu sampai payudara tidak mengeluarkan ASI lagi. Hal ini akan memperlancar pengeluaran ASI berikutnya dan pengeluaran berikut akan lebih banyak. Demikian halnya dengan payudara kedua. Bila terdapat sisa sedikit harus segera dilakukan labih dulu, tetapi bila masih banyak biarkan saja dan untuk menyusui berikutnya dimulai pada payudara yang mengandung sisa ASI sebelumnya (Purwanti, 2004). Dengan metode ini ASI akan tetap bertahan dan berproduksi. Teknik ini terutama penting bagi ibu yang bekerja. Pada masa cuti melahirkan ibu harus segera mengosongkan payudara setiap kali sehabis menyusui. Dengan demikian ASI akan keluar lebih banyak, ASI dapat disimpan dalam suhu ruang sampai 8 jam dan di dalam lemari pendingin selama 24 jam (Purwanti, 2004).
Penyimpanan ASI oleh ibu memungkinkan pemberian ASI selama ibu pergi bekerja atau bepergian. Cara pemberiannya dengan menghangatkan ASI dalam botol atau wadah yang direndamkan ke dalam air hangat (suhu kurang lebih 500C). Hindari menggunakan air panas atau merebus agar berbagai jenis nutrisi, sel-sel hidup, maupun faktor-faktor yang ada di ASI tidak rusak (Purwanti, 2004). Selama ibu bekerja, upayakan ada waktu tertentu untuk mengeluarkan ASI secara teratur (minimal 2 jam sekali ASI dikeluarkan) dan ASI dapat ditampung dengan botol yang bersih yang kemudian dapat diberikan kepada bayinya ketika pulang ke rumah. Dengan upaya seperti ini banyak manfaat yang diperoleh ibu dan bayi. Keuntungan bagi bayi adalah pertumbuhan bayi dapat optimal, bayi terhindar dari alergi, mempererat hubungan anak dan ibu. Keuntungan bagi ibu adalah mempercepat proses involusio uteri, memperkecil risiko terkena kanker payudara dan ibu akan mempunyai nafsu makan yang stabil. Keuntungan bagi keluarga adalah penghematan pada aspek ekonomi, karena mereka tidak perlu membeli susu buatan (Purwanti, 2004). Menyusu memungkinkan rahang bayi yang masih dalam proses perkembangan terbentuk menjadi lebih baik. Proses pembentukan ini dipengaruhi oleh kalsium ASI yang cukup dan sesuai kebutuhan sehingga dapat langsung di metabolisme oleh sistem pencernaan bayi untuk pembentukan jaringan sel tulang rahang dan tulang lainnya. Pada proses pembentukan rahang, ASI memberi peran khusus secara tidak langsung, yaitu pada saat aktif mengisap, bayi telah melakukan gerakan mulut yang teratur dan kontinu. Proses ini membantu pemadatan sel-sel tulang rahang. Berbeda dengan bayi yang menyusu botol, bayi sering bersifat pasif dalam mengisap karena bergantung pada tetesan susu botol yang dapat keluar tanpa harus diisap (Purwanti, 2004).
Tekan kedua payudara ketika bersentuhan dengan pipi bayi seolah merupakan kompresor yang menekan rahang ke arah dalam mulut bayi. Berbeda dengan dot yang lebih keras dari puting susu dan areola mamae sehingga dot ini tidak bisa dilipat oleh lidah dan rahang bayi. Upaya bayi untuk mengatasi hal ini adalah dengan memasukkan seluruh panjang dot ke dalam mulut agar bayi dapat menekan dot untuk mendapatkan tetesan susu. Upaya bayi ini berarti memaksa mulut bayi tertarik ke depan. Kondisi ini terus terjadi baik bayi dalam keadaan mengisap maupun menunggu tetesan susu. Aktivitas seperti ini menyebabkan bentuk rahang berubah menjadi lebih maju. Total lamanya menyusu yang tepat perhari kurang lebih enam jam. Oleh karena itu, selama enam jam dalam satu hari, rahang diproses oleh payudara dan upaya isapan bayi. Keadaan ini menyebabkan rahang bayi terbentuk lebih baik ke dalam sehingga bentuk rahang bayi dengan ASI, rata-rata menjadi lebih cantik atau tampan (Purwanti, 2004).
Cara menyusui, yaitu : ibu harus bergantian diantara dua payudara. Namun, satu payudara harus disusukan sampai dianggap habis ASI nya, kemudian kepayudara yang lain. Bila payudara pertama yang disusui masih ada, hendaknya dikeluarkan dengan memasase payudara ke arah puting susu sampai payudara tidak mengeluarkan ASI lagi. Hal ini akan memperlancar pengeluaran ASI berikutnya dan pengeluaran berikut akan lebih banyak. Demikian halnya dengan payudara kedua. Bila terdapat sisa sedikit harus segera dilakukan labih dulu, tetapi bila masih banyak biarkan saja dan untuk menyusui berikutnya dimulai pada payudara yang mengandung sisa ASI sebelumnya (Purwanti, 2004). Dengan metode ini ASI akan tetap bertahan dan berproduksi. Teknik ini terutama penting bagi ibu yang bekerja. Pada masa cuti melahirkan ibu harus segera mengosongkan payudara setiap kali sehabis menyusui. Dengan demikian ASI akan keluar lebih banyak, ASI dapat disimpan dalam suhu ruang sampai 8 jam dan di dalam lemari pendingin selama 24 jam (Purwanti, 2004).
Penyimpanan ASI oleh ibu memungkinkan pemberian ASI selama ibu pergi bekerja atau bepergian. Cara pemberiannya dengan menghangatkan ASI dalam botol atau wadah yang direndamkan ke dalam air hangat (suhu kurang lebih 500C). Hindari menggunakan air panas atau merebus agar berbagai jenis nutrisi, sel-sel hidup, maupun faktor-faktor yang ada di ASI tidak rusak (Purwanti, 2004). Selama ibu bekerja, upayakan ada waktu tertentu untuk mengeluarkan ASI secara teratur (minimal 2 jam sekali ASI dikeluarkan) dan ASI dapat ditampung dengan botol yang bersih yang kemudian dapat diberikan kepada bayinya ketika pulang ke rumah. Dengan upaya seperti ini banyak manfaat yang diperoleh ibu dan bayi. Keuntungan bagi bayi adalah pertumbuhan bayi dapat optimal, bayi terhindar dari alergi, mempererat hubungan anak dan ibu. Keuntungan bagi ibu adalah mempercepat proses involusio uteri, memperkecil risiko terkena kanker payudara dan ibu akan mempunyai nafsu makan yang stabil. Keuntungan bagi keluarga adalah penghematan pada aspek ekonomi, karena mereka tidak perlu membeli susu buatan (Purwanti, 2004). Menyusu memungkinkan rahang bayi yang masih dalam proses perkembangan terbentuk menjadi lebih baik. Proses pembentukan ini dipengaruhi oleh kalsium ASI yang cukup dan sesuai kebutuhan sehingga dapat langsung di metabolisme oleh sistem pencernaan bayi untuk pembentukan jaringan sel tulang rahang dan tulang lainnya. Pada proses pembentukan rahang, ASI memberi peran khusus secara tidak langsung, yaitu pada saat aktif mengisap, bayi telah melakukan gerakan mulut yang teratur dan kontinu. Proses ini membantu pemadatan sel-sel tulang rahang. Berbeda dengan bayi yang menyusu botol, bayi sering bersifat pasif dalam mengisap karena bergantung pada tetesan susu botol yang dapat keluar tanpa harus diisap (Purwanti, 2004).
Tekan kedua payudara ketika bersentuhan dengan pipi bayi seolah merupakan kompresor yang menekan rahang ke arah dalam mulut bayi. Berbeda dengan dot yang lebih keras dari puting susu dan areola mamae sehingga dot ini tidak bisa dilipat oleh lidah dan rahang bayi. Upaya bayi untuk mengatasi hal ini adalah dengan memasukkan seluruh panjang dot ke dalam mulut agar bayi dapat menekan dot untuk mendapatkan tetesan susu. Upaya bayi ini berarti memaksa mulut bayi tertarik ke depan. Kondisi ini terus terjadi baik bayi dalam keadaan mengisap maupun menunggu tetesan susu. Aktivitas seperti ini menyebabkan bentuk rahang berubah menjadi lebih maju. Total lamanya menyusu yang tepat perhari kurang lebih enam jam. Oleh karena itu, selama enam jam dalam satu hari, rahang diproses oleh payudara dan upaya isapan bayi. Keadaan ini menyebabkan rahang bayi terbentuk lebih baik ke dalam sehingga bentuk rahang bayi dengan ASI, rata-rata menjadi lebih cantik atau tampan (Purwanti, 2004).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar