Biogas dihasilkan dari proses pembusukan bahan baku isian di dalam tangki pencerna. Biogas merupakan salah satu hsil sampingan daripada pembusukan bahan organik. Proses pembusukan dapat bersifat aerobik atau anaerobik. Pada proses pembusukan aerobik, bakteri aerobic memanfaatkan oksigen dan menghasilkan amoniak, bakteri anaerobic merombak bahan organik menjadi biogas, kotoran, dan pupuk organik
cair. Proses pembusukan bahan organik ini dilakukan oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi. Proses kerja daripada bakteri ini dapat dibagi dalam tiga tahapan yaitu tahap pemecahan polimer (Tahap 1), tahap pembentuka asam organik (Tahap 2) dan tahap produksi metan (Tahap 3).
Tahap 1 (Pemecahan polimer)
Pada tahap ini sekelompok mikroorganisme akan menguraikan substrat organik. Penguraian ini dilakukan oleh berbagai jenis bakteri. Bakteri yang berperan antara lain memiliki enzim selulolitik, lipolitik dan proteolitik. Enzim yang dihasilkan ini mempercepat hidrolisa polimer menjadi monomer larut yang merupakan substrat bagi mikroorganisme tahap kedua. Bakteri selulolitik memegang peranan dalam tahap ini. Temperatur kerja optimum adalah 50 – 60 oC (bakteri thermophilik) dan temperatur 30
– 40 oC (bakteri mesophilik). Kedua kelompok selulolitik ini bekerja pada kisaran pH enam sampai dengan tujuh. Pada proses ini kemungkinan penurunan pH bisa terjadi dikarenakan terbentuknya asam organik. Hal ini perlu distabilkan dengan penambahan larutan kapur. Apabila bakteri tahap 2 dan tahap 3 telah bekerja dan reaksi dalam kesetimbangan maka pH sistem berkisar tujuh. Kerja sinergis selalu terjadi diantara berbagai macam bakteri dalam pemecahan polimer menjadi monomer yang larut. Suatu studi menunjukkan bahwa laju pemecahan polimer lebih tinggi pada medium yang berisi campuran bakteri selulolitik dan nonselulolitik dibanding dalam medium berisi biakan murni bakteri selulolitik. Tahap pembentukan monomer ini merupakan tahap pengendali waktu dalam peruraian limbah ini. Hal ini disebabkan oleh kerja bakteri fermentor yang sangat lambat dibanding dengan kerja bakteri tahap 2 dan tahap 3. laju peruraian ini tergantung pada temperatur, jenis substrat dan pH sistem.
Tahap 2 (Pembentukan Asam Organik)
Bakteri pada tahap ini menghasilkan asam-asam organik yang dibentuk dari senyawa monomer larut. Hasil terbesar dari bakteri asetogenik ini ialah asam asetat, propionat dan asam laktet. Bakteri metanogenik sebagian besar hanya manfaatkan asam asetat. Beberapa spesies bakteri metanogenik dapat memproduksi metan dari gas hidrogen
dan karbondioksida, yang mana bahan ini terproduksi selama dekomposisi karbohidrat. Selain itu metan juga dapat diproduksi dengan reduksi metanol atau hasil sampingan lain selama pemecahan karbohidrat. Mikrobiologi dalam proses ditahap ini belum jelas. Beberapa spesies bakteri bekerja dalam tahap ini, dan proporsi dari asam, gas hidrogen, karbondioksida dan alkohol yang dihasilkan tergantung dari pada fra yang ada dan kondisi lingkungan.
Tahap 3 (Produksi Metan)
Bakteri metanogenik sangat peka terhadap lingkungan. Dikarenakan bakteri ini harus dalam keadaan anaerob, maka sejumlah kecil oksigen dapat menghalangi pertumbuhanny. Bukan hanya itu, bakteri ini juga kekal terhadap senyawa yang memiliki tingkat oksidasi tinggi seperti nitrit dan nitrat. Bakteri ini juga peka terhadap perubahan pH. Kisaran pH optimal untuk memproduksi metan adalah 7,0 – 7,2, namun gas masih terproduksi dalam kisaran 6,6 – 7,6. jika pH dibawah 6,6 akan menjadi factor pembatas bagi bakteri dan pH dibawah 6,2 akan menghilangkan kemampuan bakteri metanogenik. Dalam keadaan demikian bakteri asetogenik tetap aktif hingga pH 4,5 – 5,0, sehingga diperlukan buffer untuk menetralkan pH. Beberapa senyawa merupakan racun bagi bakteri ini. Senyawa itu antara lain ammonia (lebih dari 1500 -3000 mg/l), dari total ammonia nitrogen pada pH diatas 7,4, ion ammonium (lebih dari 3000 mg/l dari total ammonia nitrogen pada sedmbarang pH), sulfida terlarut (lebih dari 50 – 100 mg/l) serta larutan garam dari beberapa logam seperti tembaga, seng dan nikel.